Selasa 04 Jul 2017 19:40 WIB

Pengamat: Daya Beli Menurun, Alarm Bagi Pemerintah

Rep: Sapto Andika/ Red: Teguh Firmansyah
inflasi
inflasi

EKBIS.CO, JAKARTA -- Tingkat inflasi inti bulan Juni 2017 tercatat menjadi yang terendah sejak 2009 lalu. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis bahwa inflasi inti pada Juni lalu, bertepatan dengan momen Ramadhan dan Lebaran, hanya sebesar 0,26 persen. Penurunan tingkat inflasi inti ini diyakini lantaran daya beli masyarakat yang memang sedang menurun.

Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai, rendahnya nilai inflasi inti jelas memberikan gambaran penurunan daya beli masyarakat. Hal ini juga terbaca dari rendahnya konsumsi masyarakat di kuartal pertama tahun 2017 ini yang hanya tumbuh 4,93 persen dan pertumbuhan industri ritel atau minimarket yang tercatat hanya 3,8 persen pada semester pertama 2017."Artinya daya beli memang rendah," ujar Bhima, Selasa (4/7).

Namun daya beli yang rendah tidak hanya berkaitan dengan komponen inti di luar administered prices atau harga yang diatur pemerintah dan volatile foods atau harga yang bergejolak.

Bhima menyebutkan, daya beli yang lesu berkaitan dengan tingginya inflasi harga yang diatur pemerintah terutama listrik dan air sejak awal 2017. Menurutnya, justru komponen tersebut menjadi faktor utama yang menggerus daya beli masyarakat.

"Di sisi lain, pendapatan masyarakat cenderung turun. Dilihat momen Lebaran juga masyarakat lebih menahan belanja. Kondisinya nyaris sama dengan 2008 lalu," jelas Bhima.

Bhima melanjutkan, lemahnya daya beli masyarakat tentu mengusik perhatian pemerintah lantaran 57 persen ekonomi Indonesia ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Ia bahkan tak segan menyebut kondisi saat ini merupakan 'alarm bahaya' bagi pemerintah.

Pelemahan konsumsi rumah tangga bisa menjadi ganjalan bagi pemerintah dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,1 persen pada 2017 ini. Apalagi, lanjutnya, harga komoditas ekspor di semester kedua 217 diprediksi akan mengalami penurunan dan harga minyak dunia masih fluktuatif.

"Kalau begini, tumpuannya tinggal investasi dan ekspor. Sebetulnya dana masuk cukup banyak. Artinya minat investasi bagus, namun sektor riil belum tersentuh," ujar dia.

Senada, Chief Economist SIGC Eric Sugandi juga menilai bahwa tingkat inflasi inti yang rendah mencerminkan pelemahan daya beli masyarakat. Hal tersebut ia nilai bisa dilihat dari inflasi bahan pangan yang kali ini tidak setinggi inflasi dari komponen transportasi dan tarif dasar listrik.

"Kalau untuk pangan, kelihatannya memang antisipasi pemerintah lewat operasi pasar cukup bisa kendalikan harga,  selain karena demandnya melemah," ujar Eric.

Kepala BPS Suhariyanto menambahkan, survei penjualan eceran yang dilakukan Bank Indonesia dan data yang diambil dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menunjukkan, penjualan eceran hingga paruh pertama 2017 masih mengalami pertumbuhan. Hal ini menurutnya paling tidak memberikan kepercayaan bagi investor bahwa pasar Indonesia masih cukup kompetitif.  "Hanya saja, meski tumbuh, namun penjualan eceran melemah dibandingkan tahun lalu," katanya

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement