Senin 17 Jul 2017 13:37 WIB

BPS: Penurunan Tingkat Kemiskinan Lambat

Red: Nur Aini
Kemiskinan, ilustrasi
Foto: Republika
Kemiskinan, ilustrasi

EKBIS.CO, JAKARTA -- Persentase penduduk miskin di Indonesia per Maret 2017 mencapai 10,64 persen, menurun tipis dibandingkan persentase pada September 2016 yang mencapai 10,7 persen.

"Penurunan persentase penduduk miskin tersebut relatif lambat dibandingkan periode-periode sebelumnya," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto saat jumpa pers di Jakarta, Senin (17/7).

Secara kuantitas, penduduk miskin per Maret 2017 sendiri mencapai 27,77 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2016 yang mencapai 27,76 juta orang.

Sementara itu, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2016 sebesar 7,73 persen, turun menjadi 7,72 persen pada Maret 2017. Sedangkan persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2016 sebesar 13,96 persen, turun menjadi 13,93 persen pada Maret 2017.

Selama periode September 2016-Maret 2017, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 188,19 ribu orang (dari 10,49 juta orang pada September 2016 menjadi 10,67 juta orang pada Maret 2017). Sementara, di daerah perdesaan turun sebanyak 181,29 ribu orang (dari 17,28 juta orang pada September 2016 menjadi 17,10 juta orang pada Maret 2017).

"Masih ada disparitas tinggi antara desa dan kota. Di kota 7,72 persen, tapi di desa 13,93 persen, hampir dua kali lipat. Ini menunjukkan persoalan kemiskinan itu ada di pedesaan," ujar Suhariyanto.

Peranan komoditas makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap garis kemiskinan pada Maret 2017 tercatat sebesar 73,31 persen. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi September 2016 yaitu sebesar 73,19 persen.

Jenis komoditas makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai garis kemiskinan di perkotaan maupun di perdesaan adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan, gula pasir, kopi bubuk dan kopi instan (sachet), dan bawang merah. Sementara itu, untuk komoditas bukan makanan yang besar pengaruhnya adalah biaya perumahan, listrik, bensin, pendidikan, angkutan, kesehatan, dan perlengkapan mandi.

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan, yang diukur menurut garis kemiskinan (makanan dan bukan makanan).

Garis kemiskinan makanan adalah nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan atau setara 2.100 kalori per kapita per hari. Garis kemiskinan bukan makanan adalah nilai minimum pengeluaran untuk perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan pokok nonmakanan lainnya. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Metode tersebut dipakai BPS sejak 1998 supaya hasil penghitungan konsisten dan terbanding dari waktu ke waktu (apple to apple).

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement