EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Institute for Development of Economics (Indef), Enny Sri Hartati mengungkapkan kenaikkan utang luar negeri bisa mempengaruhi peningkatan spekulasi. Menurutnya hal itu yang bisa mengancam Indonesia meski utang luar negeri naik tetapi rasio dinilai masih aman.
Dia menjelaskan dengan adanya utang tersebut akan memiliki implikasi kewajiban membayar bunga dan cicilan. "Nah kalau ini utangnya dalam bentuk denominasi valas berarti kewajiban tadi harus punya valas atau devisa," kata Enny di IPMI International Business School, Jakarta, Rabu (19/7).
Dia menambahkan, jika utang luar negeri naik tetapi ekspor stagnan maka berpotensi terjadinya ketimpangan nilai tukar. "Sekarang kita ingatkan jangan buka ruang untuk spekulasi. Sebab kalau pemerintah membuka ruang untuk utang yang sudah tidak produktif lagi apa lagi celah untuk adanya spekulasi seperti 2015 lalu," ujarnya.
Untuk itu, menurutnya saat ini harus diketahui apakah utang luar negeri jangka pendek Indonesia masih produktif demi meningkatkan fiskal. Sehingga meski utang meningkat namun pendapatan masih terus bertambah.
Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Mei 2017 tumbuh 5,5 persen year on year (yoy) atau sebesar 333,6 miliar dolar AS. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), ULN pemerintah pada Mei 2017 tercatat 168,4 miliar dolar AS atau tumbuh 11,8 persen (yoy), lebih tinggi dari 9,2 persen (yoy) pada bulan sebelumnya. Sedangkan ULN sektor swasta tercatat sebesar 165,2 miliar atau turun 0,1 persen yoy.
Sementara itu, posisi ULN berjangka pendek tercatat 44,4 miliar dolar AS (13,3 persen dari total ULN), terdiri dari ULN sektor swasta sebesar 41,1 miliar dolar AS (92,6 persen dari total ULN jangka pendek) dan ULN sektor publik sebesar 3,3 miliar dolar AS (7,4 persen dari total ULN jangka pendek).
Lalu ULN berjangka panjang tercatat sebesar 289,2 miliar dolar AS (86,7 persen dari total ULN), terdiri dari ULN sektor publik sebesar 165,1 miliar dolar AS (57,1 persen dari total ULN jangka panjang) dan ULN sektor swasta sebesar 124,1 miliar dolar AS (42,9 persen dari total ULN jangka panjang).