EKBIS.CO, JAKARTA -- Pakar ekonomi pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dr M Firdaus menanggapi kasus beras premium yang melibatkan produsen beras PT Indo Beras Unggul (PT IBU). Menurutnya kasus tersebut bukan sebuah kebohongan.
"Karena beras tidak mengalami perubahan bentuk. Contohnya bubuk kopi. Saat dijual eceran oleh petani harganya mungkin hanya Rp 3 ribu per kilogram, tapi saat sudah dijual di Starbuck harganya naik tajam. Apakah bentuk kopinya beda? Apakah ada pembohongan? Kan tidak," kata Firdaus, Selasa (25/7).
Menurut dia, konsumen beras pun sama. Konsumen hanya perlu jaminan keamanan produk.
"Mereka bersedia membeli dengan harga mahal karena ada persepsi bahwa beras itu tidak dicampur beras plastik, tidak menggunakan pemutih dan bahan kimia lainnya. Inilah mengapa konsumen berani membayar mahal," tuturnya.
Dia menjelaskan beras premium menggunakan kemasan yang bagus dan ada semacam jaminan tidak lagsung. "Apakah ini pembohongan kepada konsumen? Kalau menurut saya ini bukan pembohongan. Konsumen membayar kualitas, baik fisik maupun karena jaminan informasi. Diolah dengan baik, tidak pecah, tidak pakai pemutih dan dikemas dengan baik. Ya jadilah dia beras premium," kata Firdaus menjelaskan.
Menurutnya, Undang-undang atau konsep tentang Badan Pangan Nasional (BPN) yang saat ini ada di meja Presiden harus segera disahkan. Itu merupakan badan pangan yang mampu mengkoordinir sampai ke level kementerian.