EKBIS.CO, JAKARTA - Anggota Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengungkapkan, sejak adanya penggerebakan pabrik PT Indo Beras Unggul (IBU) beberapa waktu lalu sempat muncul kekhawatiran para petani.
"Teman-teman khawatir kalau imbas sampai ke daerah, seperti imbas takut beli gabah itu mahal," ungkapnya di Jakarta, Sabtu (29/7).
Menurutnya, sampai saat ini para petani masih bisa sedikit bernapas lega dengan harga eceran tertinggi (HET) yang masih terbilang stabil. Namun,para petani juga berharap perlu ada evaluasi HET.
"Kami senang harga eceran tertinggi stabil, toh mau harga berapa yang diinginkan petani itu kan domain pemerintah. Meskipun kita tahu HET saat ini sudah jalan empat sampai lima tahun. Saya pikir memang perlu dievaluasi," ujarnya.
Ia pun memberi contoh, saat ini HET di petani adalah sekitar Rp 4.000 dan bila sudah masuk ke penggilingan beras bisa menjadi Rp 4.600 sampai Rp 5.100. "HET memang harus dibicarakan lagi, bisa jadi tetap ada atau tidak, pembicaraan itu penting menurut kami. Kami masih butuh dukungan pemerintah, salah satunya penggilingan padi di daerah itu pemicu ekonomi di pedesaan," tuturnya.
Sutarto juga berharap, ke depannya penggilingan di setiap desa direvatilisasi. Selama ini, kesulitan yang dihadapi petani adalah akses modal dan akses ke Pasar Bulog yang harus bisa diperbaiki. "Di beberapa daerah penggilingan yang tidak konvensional para petani bisa produksi beras yang harga Rp 1.300, harga kan tergantung suplay," tuturnya.
Pada dasarnya, sambung dia, para petani di desa yang menggunakan alat tradisional pun sudah mampu mensuplay beras medium ke bulog. "Memang untuk premium harus penggilingan yang lebih moderen, sebenarnya itu hanya menambah alat saja. Beras premium ini banyak persolanan yang diperhitungkan," ujarnya.