REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT) mengakhiri mogok kerja setelah lima hari atau lebih awal dari yang direncanakan yakni hingga delapan hari.
"Demi kepentingan dan cita-cita, serta berpijak pada kepentingan nasional yang lebih besar, saya, Nova Hakim, sebagai Ketua Umum Serikat Pekerja JICT, menyatakan stop mogok terhitung saat ini juga, 7 Agustus 2017 pukul 16.00 WIB," demikian Ketua Umum SP JICT Nova Sofyan Hakim dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (7/8).
Mogok kerja digelar pekerja yang tergabung dalam SP JICT sejak 3 Agustus 2017 dan direncanakan hingga 10 Agustus 2017. Menurut Nova, keputusan diambil setelah berkoordinasi dengan berbagai pihak dan ditengarai ada oknum-oknum di eksternal maupun internal yang justru menghendaki mogok berlarut-larut, yang dikhawatirkan berdampak pada ekonomi dan politik nasional.
Karena itu, SP JICT kemudian menginstruksikan kepada semua anggota untuk kembali bekerja. "Kami berikan pengabdian terbaik, dengan tetap menggalang perjuangan dan gerakan bersama berbagai elemen bangsa untuk menyelamatkan aset nasional. Kami akan tetap perjuangkan pada 2019, 100 persen Indonesia," katanya.
Ia juga menambahkan selama lima hari mogok kerja telah dibalas dengan intimidasi demi intimidasi dan pengguna jasa dipaksa merugi hingga triliunan rupiah. "Ini menunjukkan bahwa memang ada sesuatu yang salah dengan perpanjangan kontrak JICT," kata dia.
Nova juga menyebut sejak 2014, serikat pekerja telah berjuang agar JICT kembali ke tanah air. "Di dalam perpanjangan kontrak JICT jilid II, tampaknya Hutchison dan Pelindo II serta Direksi JICT telah menunjukkan siapa jati diri mereka," kata dia.
Karena itu, dia menambahkan, terhadap intimidasi yang dilayangkan kepada anggota SP, pihak SP JICT telah berkoordinasi dan akan melaporkan kepada pihak terkait.