EKBIS.CO, JAKARTA -- Pasokan aneka cabai menjelang Hari Raya Idul Adha dipastikan aman dan terkendali. Namun pasokan yang melimpah karena masa panen dikhawatirkan memicu turunnya harga cabai di beberapa wilayah khususnya di Pulau Jawa.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Spudnik Sujono pun melalukan tindakan antisipasi dengan menerapkan pola kemitraan antara petani dengan pedagang cabai besar dan industri pengguna cabai. "Pola kemitraan ini yang kita lakukan untuk atasi harga cabai, termasuk untuk solusi jangka panjang," ujarnya dalam keterangannya, Selasa (22/8).
Beberapa pola kemitraan yang sudah didorong selama ini diharapkan mampu mengatasi masalah cabai. Kemitraan antara produsen bubuk cabai, produsen sambal dan kemitraan petani langsung ke konsumen melalui Toko Tani.
"Jadi cabainya petani dibeli langsung, ada kontraknya," ujar dia.
Pola kemitraan juga dilakukan melalui petani-petani andalan yang dikategorikan sebagai petani champion. Petani champion akan berkoordinasi dengan industri sehingga cabai di tingkat petani bisa terserap maksimal.
Saat ini misalnya, champion di Magelang sudah membangun kerja sama dengan industri, khususnya untuk cabai rawit merah. "Kerja sama dilakukan antara lain dengan rumah makan dan industri kecil lainnya," kata Spudnik.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Hortikultura, ketersediaan cabai rawit merah pada Agustus sebesar 81.864 ton dengan kebutuhan 73.197 ton. Itu artinya ada surplus sebesar 8.667 ton. Pada September, ketersediaan cabai diperkirakan mencapai 78.606 ton dengan kebutuhan 69.615 ton, sehingga surplus 8.991 ton. Begitu juga dengan Oktober yang diprediksi surplus hingga 8.669 ton yakni produksi mencapai 77.983 ton dan kebutuhan 69.314 ton.
"Begitu juga dengan cabai besar, produksi kita masih surplus sampai Oktober nanti," katanya.
Ketersediaan pada Agustus untuk cabai besar mencapai 104.148 ton dengan kebutuhan 95.328 ton. Sehingga terjadi surplus 8.820 ton. Pada September, produksi cabai sebesar 100.378 ton dengan kebutuhan 91.469 ton dan surplus 8.904 ton.
"Sedangkan di Oktober, surplus 8.905 ton. Dimana ketersediaan 100.373 ton dan kebutuhan 91.468 ton," ujar Spudnik.
Kementerian Pertanian juga telah mengatur manajamen tanam cabai sesuai yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2010 tentang Hortikultura yang mewajibkan pemerintah pusat dan daerah menjamin ketersediaan distribusi dan pemasaran di dalam ataupun luar negeri. Manajemen Tanam diatur dalam rangka menjaga agar ketersediaan dapat berlangsung setiap bulan dan sepanjang tahun, sehingga pertanaman terjaga setiap saat. Hal ini telah disepakati bersama antara Dirjen Hortikultura dengan Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam mengatur pola tanam di lapangan.
Pola tanam juga turut diatur dengan mematok target luas untuk mengantisipasi permintaan. Sehingga fluktuasi yang timpang bisa diatasi dengan memeratakan produksi antarbulan sekaligus menyebar di banyak daerah sentra. Untuk panen Agustus telah dirancang dan diperoleh dari luas tanam pada Mei seluas 16.878 hektare dan panen bulan September telah dirancang dan disiapkan dari areal tanam pada bulan Juni seluas 15.976 hektare.
Sebelumnya Menteri Pertanian Amran Sulaiman juga sudah melakukan koordinasi untuk menolong petani cabai di tengah produksi yang melimpah akibat panen dan gerakan tanam cabai serentak se-Indonesia. Koordinasi pun telah dilakukan dengan Bulog dan Kementerian Perdagangan sebagai bentuk pemerintah yang selalu hadir dan berpihak pada petani.
"Kita harus bela petani seperti petani jagung, bawang merah dan beras. Petani cabai juga Insya Allah akan kita bantu," tegas dia.