EKBIS.CO, YOGYAKARTA -- Adanya kebutuhan pasar terhadap produk-produk pertanian organik, baik di dalam maupun luar negeri, menjadi tantangan bagi kalangan pembudidaya pertanian organik. Untuk menghasilkan produk yang berkualitas, maka dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang profesional dan kompeten di sektor tersebut.
Terkait hal itu, seperti diungkapkan Kepala Bidang Standardisasi dan Sertifikasi Pertanian Kementerian Pertanian, Gatut Bambang, diperlukan standar kompetensi bagi pelaku pertanian organik di Tanah Air. Diakui, saat ini kompetensi kerja jabatan atau level pengelola pertanian organik seperti pembudidaya organik belum memiliki standar baku.
"Maka itu, Kementan sedang menyusun Kerangka Kualifikasi Pertanian Indonesia (KKNI) bidang pertanian organik bersama stakeholder terkait," katanya, dalam kegiatan Konsensus KKNI Bidang Pertanian Organik yang berlangsung di Yogyakarta, Kamis-Jumat (24-25/8).
Ia menjelaskan dalam siaran pers, kedudukan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan KKNI sangat strategis dalam menjamin kualifikasi tenaga kerja. Sertifikasi ini juga menyasar para pembudidaya pertanian organik.
Dikatakan, nantinya pembudidaya yang hanya lulusan SD atau SMP misalnya, akan mengikuti program kesetaraan yang bisa dilakukan melalui jalur pendidikan formal, pelatihan, atau pengalaman kerja.
Dengan demikian, mereka yang lulusan SD atau SMP tadi bisa setara dengan lulusan S1. "Secara jenjang pendidikan jelas tidak sama, tetapi sama dalam hal kompetensi," katanya.
Menurutnya, dengan tenaga yang tersertifikasi, maka produk organik diharapkan mampu bersaing dengan produk sejenis dari luar negeri. "Jangan sampai produknya sudah SNI tapi dihasilkan oleh SDM yang belum memenuhi standar kualifikasi, maka produk yang hendak diekspor bisa dikembalikan," ujarnya.
Ia menambahkan KKNI juga akan diharmonisasikan dengan standar sertifikasi dari negara lain. Sehingga ke depan standar kompetensi SDM pertanian organik Indonesia bisa sejajar dengan bangsa lain.
"Kita targetkan tahun ini KKNI sudah bisa diterapkan. Nantinya dapat digunakan untuk semua stakeholder, mulai dari institusi pendidikan, lembaga pelatihan, maupun dunia usaha," jelas Gatut.