Ahad 10 Sep 2017 07:56 WIB

Produksi Melimpah, Harga Garam Probolinggo Anjlok

Red: Indira Rezkisari
Produksi garam.
Foto: Antara
Produksi garam.

EKBIS.CO, PROBOLINGGO -- Produksi garam di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, yang melimpah saat panen raya berdampak pada harga garam krosok di tingkat petani yang dijual kepada tengkulak atau pengepul anjlok pada September 2017.

"Saat ini petani garam panen raya dan cuaca yang terik di musim kemarau membuat kristalisasi garam lebih sempurna, sehingga produksinya meningkat," kata Ketua Himpunan Masyarakat Petambak Garam (HMPG) Kabupaten Probolinggo Buhar di Probolinggo, Ahad (10/9).

Menurutnya produksi garam sepekan terakhir mencapai delapan ton setiap harinya, padahal sebelumnya produksinya hanya sekitar dua ton garam per hari, sehingga panen raya dan meningkatnya produksi garam menyebabkan harga jual garam krosok di tingkat petani anjlok. "Persediaan garam di pasar melimpah, sedangkan permintaannya stagnan, sehingga sesuai hukum ekonomi, maka harganya langsung turun drastis," tutur petani garam asal Kecamatan Gending itu.

Ia mengatakan harga jual garam di tingkat petani Kabupaten Probolinggo anjlok dari Rp 4.000 per kilogram pada pertengahan tahun atau Juli 2017, namun kini garam hanya dihargai Rp 600 per kilogram. "Turunnya harga jual garam krosok terjadi secara bertahap. Paling drastis sejak 10 hari lalu mulai turun menjadi Rp 1.200, lalu turun lagi menjadi Rp 1.100, Rp 1.000, Rp 800, dan sekarang menjadi Rp 700 per kilogram, bahkan katanya ada garam petani dihargai Rp 600 per kilogram," katanya.

Buhar menjelaskan "Break Event Point" (BEP) atau titik aman penjualan garam krosok di tingkat petani sebesar Rp 1.000 per kilogram dan perhitungan itu untuk budi daya garam selama lima bulan dalam setahun. "Saya mengakui setiap petani memiliki perhitungan sendiri untuk menentukan besaran BEP garam, tetapi petani sepakat jika harga di bawah Rp 800 per kilogram, maka petani akan mengalami kerugian," ujarnya.

Ia menyarankan petani garam untuk menyimpan panennya dulu hingga harga jualnya kembali normal karena garam yang disimpan lebih lama, kualitasnya akan semakin bagus dan kadar air akan semakin rendah, katanya. Namun hal itu berlaku untuk garam yang dipanen antara 7-10 hari, bahkan garam tersebut bisa bertahan di gudang antara 2-4 tahun.

"Rendahnya harga jual garam terjadi pada tahun 2014-2015 yakni harganya hanya berkisar Rp 400 - Rp 600 per kilogram, sehingga petani juga memilih menyimpan garamnya di gudang saat itu," tuturnya.

Kabid Perikanan Tangkap Dinas Perikanan Kabupaten Probolinggo Wahid Noor Aziz mengatakan turunnya harga jual garam murni karena pasokan garam yang melimpah akibat panen raya. "Namun beredar isu kalau anjloknya harga garam akibat impor dan itu tidak benar karena peruntukkan garam impor untuk industri, sedangkan garam lokal untuk konsumsi," katanya.

Ia mengatakan isu impor tersebut dilontarkan oleh beberapa pengepul atau tengkulak garam, sehingga bisa membeli garam petani serendah-rendahnya dan pengepul menimbun garamnya. "Saya kira memang ada juga tengkulak nakal yang bermain di sini. Jadi keputusan petani untuk menahan penjualan itu sudah benar dan itu lumrah dilakukan saat panen raya seperti saat ini," ujarnya.

Berdasarkan data, produksi garam Kabupaten Probolinggo hingga Agustus 2017 sebanyak 2.036,07 ton dari luas tambak garam 315,3 hektare, yang tersebar di 11 desa di empat kecamatan yang dikelola oleh 485 orang yang tergabung dalam 56 kelompok petani garam. Kebutuhan garam konsumsi di Kabupaten Probolinggo sebanyak 3.100 ton, kemudian untuk usaha perikanan pengasinan dan lain-lain sebanyak 2.149 ton dan bidang peternakan 600 ton, sehingga totalnya kebutuhan per tahun mencapai 5.849 ton.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement