Ahad 10 Sep 2017 13:34 WIB

Kementan: Wajar Terjadi Transformasi ke Sektor Industri

Red: Budi Raharjo
Plt Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Suwandi
Foto: humas kementan
Plt Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Suwandi

EKBIS.CO, JAKARTA -- Data BPS menunjukkan kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2003 sebesar 15,2 persen berangsur menurun tahun 2013 menjadi 13,5 persen. Sementara Sensus Pertanian 2003 (ST2003, BPS) menunjukkan Rumah Tangga Petani (RTP) semula berjumlah 31,23 juta RTP menurun pada ST2013 menjadi 26,13 juta RTP atau turun 16,3 persen selama sepuluh tahun.

Data ini menunjukkan adanya transformasi struktural perekonomian Indonesia. Proses transformasi dari negara agraris menuju industri. Sektor industri dan jasa semakin tumbuh berkontribusi besar, secara berangsur menggantikan dominasi sektor pertanian.  

“Proses transformasi ekonomi ini adalah wajar dan semestinya memang begitu. Pada sebagian negara negara maju pun, dulunya juga negara agraris dan bertransformasi menjadi negara industri dan jasa," kata Plt Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Suwandi, di Jakarta, Ahad (10/9).

Menurut dia, dalam kurun sepuluh tahun (2003-3013) terjadi penurunan 5,1 juta RTP atau setara 21 juta anggota petani. Namun demikian, transformasi struktural ini tidak serta merta menjadikan pertanian ditinggalkan. Dalam kondisi tertentu, pertanian menjadi tumpuan akhir ketika sektor lain terjadi masalah. "Ingat ketika krisis ekonomi 1998, pertanian tetap tumbuh dengan menyerap banyak tenaga kerja," ujar Suwandi.

Suwandi menjelaskan sejatinya telah diantisipasi pergeseran tenaga kerja pertanian ke usaha hilir pengolahan dengan nilai tambah yang tinggi, ke sektor industri dan jasa, sehingga petani yang ada mengelola lahan lebih luas per individu. Selanjutnya tenaga digantikan mekanisasi lebih efisien dan ujungnya adalah mereka sejahtera.

"Kondisi tenaga kerja pertanian inilah yang merisaukan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Proses transformasi ini harus dikelola dan dikawal dengan baik. Mesti dipastikan tenaga kerja yang keluar dari pertanian tertampung ke sektor lain," jelasnya.

"Mereka harus diselamatkan memperoleh pekerjaan layak, sehingga memiliki penghasilan untuk dapat akses pangan, ini lah yang menjadi perhatian Menteri Pertanian," imbuhnya.

Karena itu, Suwandi menegaskan petani harus move-on, tidak saja bekerja di on-farm tetapi bergerak ke sektor hilir. Hilirisasi inilah yang akan memberikan menyerap jutaan tenaga petani, memberikan nilai tambah dan menyelamatkan jutaan petani di pedesaan menjadi sejahtera.

"Diilustrasikan, apabila tidak ada pangan atau orang lapar itu bisa nekat melakukan apa saja. Ekstremnya nekat bertindak negatif, umpamanya nekad menjadi  begal, kenakalan remaja, bahkan lebih ekstrem lagi “lari” ke terosis, ISIS dan lainnya. Ini maksudnya sekedar sebagai gambaran betapa pentingnya ketersediaan pangan," tegasnya.

"Maka dari itu harus diwujudkan Ketahanan Pangan mulai dari tingkat individu dan rumahtangga, desa, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga Ketahanan Pangan Nasional," tambah Suwandi.

Lebih lanjut Suwandi menjelaskan ketahanan pangan merupakan satu unsur penting penentu ketahanan nasional. Karena itu, Kementan bersinergi dengan TNI secara intensif bekerjasama mewujudkan Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan Petani.

Program Upsus kini telah membuahkan hasil swasembada. Sejak tahun 2016 hingga sekarang tidak impor beras medium, cabai segar dan bawang merah konsumsi. Pada 2017 tidak ada impor jagung pakan ternak dan bahkan sudah ekspor bawang merah.

"Selanjutnya ditargetkan 2019 swasembada bawang putih dan gula konsumsi, 2020 swasembada kedelai, 2024 swasembada gula industri dan 2026 swasembada daging sapi. Program ini sudah on the righ track menuju Visi Indonesia pada tahun 2045 menjadi Lumbung Pangan Dunia," sebutnya.

Tak hanya itu, Suwandi menyebutkan capaian kebijakan pangan di atas juga telah meningkatkan kesejahteraan petani. Ini terlihat dari indikator kemiskinan di pedesaan turun 842 ribu  orang atau -4,7 persen yakni semula  penduduk miskin di desa Maret 2015 sebanyak 17.94 juta jiwa turun Maret 2017 menjadi 17.09 juta jiwa.

Selanjutnya guna mengawal dan memastikan agar proses transformasi struktural bisa berjalan tepat dan terarah, maka berbagai kebijakan yang telah dan akan dilakukan adalah, pertama mengembangkan industrialisasi berbasis agro berdasarkan keunggulan komparatif. Indonesia harus jaya kembali untuk kopi dan rempah-rempah.

Integrasi aktivitas hulu-onfarm-hilir dibangun berbasis kawasan berskala ekonomi sehingga diperoleh nilai tambah dan pendapatan penduduk setempat. "Kedua memperkuat infrastruktur sehingga memperlancar arus distribusi dari desa ke kota, di desa dibangun jalan, irigasi/embung, listrik, telekomunikasi, lembaga keuangan, pasar tani dan lainnya," ungkap Suwandi

Ketiga industrialisasi di pedesaan akan menyerap banyak tenaga kerja, sehingga perlu peningkatan kapasitas SDM menjadi profesional dan produktif.  SDM setempat dilatih menggunakan alat mesin, perbengkelan, jasa dan lainnya sesuai standar kompetensi.

Keempat keterbatasan jumlah petani diatasi dengan mekanisasi. Kementan menyediakan 80.000-100.000 unit alat mesin pertanian setiap tahunnya. Dengan mekanisasi seperti traktor, poma air, rice transplanter, combine harvester dan Rice Milling Unit terbukti bisa menekan biaya hingga 40 persen, waktu, tenaga, dan menurunkan susut hasil 4-8 persen dan meningkatkan mutu.

"Teknologi Mekanisasi inilah membuat generasi muda kini berminat terjun ke pertanian dan pedesaan," tegas Suwandi.

Beberapa informasi dari Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta menyebutkan kini Fakultas Pertanian mulai menjadi pilihan unggulan dan banyak mahasiswanya. "Bahkan program Kementerian Desa-PDT kini mendapat respons positif bagi generasi muda di desa," pungkasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement