EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Bank Central Asia (BCA) Tbk menilai, bank perlu berkolaborasi dengan perusahaan financial technology (fintech). Tujuannya, agar bisa saling melengkapi kekurangan masing-masing.
Senior Executive Vice Presiden of Strategic Information Technology BCA Hermawan Thendean mengatakan, fintech dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara cepat, mudah, dan murah. Fitur yang ditawarkan pun menarik.
"Bank alami kesulitan untuk masuk ke sana tidak seperti fintech, karena bank harus mengikuti aturan dan regulasi berlaku. Kemudian ada uji kelayakan dahulu bila ingin ganti fitur, tidak bisa langsung seperti fintech," ujar Hermawan di Menara BCA, Jakarta, Rabu (13/9).
Meski begitu, bank memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki fintech. Di antaranya memiliki lisensi untuk memindahkan dana, mempunyai aset dan modal lebih besar, serta pengalaman memadai.
"Maka daripada jalan sendiri-sendiri, kenapa tidak berkolaborasi," tegas Hermawan. Ia menambahkan, dalam praktiknya, fintech atau e-commerce membutuhkan konektivitas sistem yang solid dengan dunia perbankan agar transaksi pembayaran pengguna aplikasi atau situs mereka bisa berjalan lancar.
BCA, kata dia, juga meluncurkan Application Program Interface (API) yang memungkinkan pelaku fintech atau e-commerce dapat terkoneksi dengan layanan perbankan BCA. "Ada berbagai informasi yang bisa digunakan seperti transfer, mutasi rekening, lokasi ATM, dan lainnya untuk menjawab kebutuhan fintech saat ini," jelas Hermawan.
Dari sisi pembiayaan, ia pun menyatakan, BCA telah meluncurkan Central Capital Ventura (CCV). Melalui modal ventura tersebut, BCA akan menginvestasikan dana Rp 200 miliar untuk para fintech.
Hermawan tidak memungkiri potensi fintech dan e-commerce memang sangat besar. Apalagi, Indonesia merupakan negara ketiga di Asia Pasifik yang paling banyak menggunakan smartphone totalnya mencapai 92 juta.
Sebagai informasi, berdasarkan catatan Center for Human Genetic Research (CHGR), pada 2016 Indonesia tercatat menjadi negara yang mempunyai jumlah startup tertinggi di Asia Tenggara yakni mencapai 2.000. Kemudian pada 2020 diperkirakan startup tumbuh hingga 13 Ribu.
Bank Indonesia turut menyebutkan, selama 2016, para pengguna jasa perdagangan daring atau e-commerce telah membelanjakan 5,6 miliar dolar AS atau sekitar Rp 75 triliun. Bila dibagi per individu, maka pengguna e-commerce di Indonesia rata-rata membelanjakan Rp 3 juta per tahun.