EKBIS.CO, JAKARTA -- Pelaku pasar modal Jemmy Paul Wawointana menilai bahwa produk reksa dana pendapatan tetap (RDPT) cenderung diminati investor. Minat tersebut seiring dengan peringkat Indonesia yang berada di level layak investasi (investment grade).
"Reksa dana pendapatan tetap cenderung diminati investor saat ini seiring dengan peringkat Indonesia di level investment grade," ujar Jemmy Paul Wawointana yang juga Direktur Investasi PT Sucorinvest Asset Management Indonesia di Jakarta, Jumat (15/9).
Ia mengemukakan bahwa minat investor terhadap reksa dana pendapatan tetap itu adalah karena komposisi portofolio di dalam produk itu sebagian besar atau sekitar 80 persennya berisi surat utang atau obligasi. Dengan peringkat investment grade, lanjut dia, maka akan memperbaiki yield obligasi di dalam negeri sehingga investor maupun manajer investasi semakin antusias mengakumulasi obligasi, terutama milik pemerintah.
Di sisi lain, lanjut dia, inflasi yang terjaga di dalam negeri juga menjadi salah satu faktor yang memicu investor dan manajer investasi untuk mengakumulasi obligasi yang akhirnya berimbas positif pada kinerja reksa dana pendapatan tetap. Ia menambahkan bahwa inflasi yang terjaga juga turut memicu suku bunga acuan Bank Indonesia (BI 7-day Reverse Repo Rate) turun.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Agustus 2017 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps dari 4,75 persen menjadi 4,50 persen. Sementara itu, Direktur Utama Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Wahyu Trenggono mengatakan bahwa obligasi domestik tercatat memberikan imbal hasil sekitar 13,3 persen pada periode Januari hingga 8 September 2017, lebih tinggi dibandingkan pasar saham sebesar 10,58 persen. "Kondisi ekonomi Indonesia yang kuat dan sentimen positif dari bank-bank sentral global mendukung kinerja obligasi," katanya.
Ia menambahkan bahwa di tengah psar obligasi yang positif itu ada indikasi pergerseran arah investasi investor dari saham ke obligasi. Investor asing tercatat membukukan beli bersih (net buy) dalam instrumen obligasi sebesar Rp 125,71 triliun sejak awal tahun hingga 7 September 2017. Sementara di pasar saham investasi asing cenderung berkurang.