EKBIS.CO, SUBANG -- Sejumlah petani yang berasal dari Kabupaten Subang menolak kebijakan harga eceran tertinggi (HET) beras. Hal ini karena HET tersebut masih jauh dari harapan petani.
Ketua Gapoktan Mitra Tani Desa Tambakjati, Kecamatan Patokbeusi, Manaf Hadi Permana mengatakan, HET beras ini tidak berpihak kepada petani. Sebab, angkanya masih terlalu kecil bila dikalkulasikan dengan biaya produksi saat ini. Menurutnya, untuk HET beras medium seharusnya Rp 10.500 per kg, bukan Rp 9.450 per kg. Sementara, harga beras premium semestinya Rp 13.500 per kg, bukan Rp 12.800 per kg.
"Kami (petani) tidak setuju dengan HET beras ini. Tetap saja kebijakan pemerintah ini, tidak pro-petani," ujar Manaf, kepada Republika.co.id, Selasa (19/9).
Menurut Manaf, saat ini biaya produksi yang dikeluarkan petani cukup tinggi yakni antara Rp 3-4 juta per hektare. Belum lagi, bila ada serangan hama maka akan ada penambahan biaya, untuk pembelian pestisida. Akan tetapi, setelah panen harga gabahnya murah.
Namun, HPP gabah sampai saat ini belum naik yakni sebesar Rp 3.700 per kg untuk gabah kering pungut (GKP). Sedangkan harga gabah di pasaran melebihi harga tersebut. Dengan begitu, petani lebih memilih menjual gabah ke tengkulak.
Sementara, HET beras dinilai masih di bawah keinginan petani. Dengan begitu, HET beras belum mampu mendongkrak harga dasar gabah. Karenanya, petani di daerah tak setuju jika besaran HET beras seperti yang telah ditetapkan pemerintah saat ini.
Sementara itu, petani lainnya Dana Iswara (46 tahun), mengatakan, petani ingin HPP gabah dikaji lagi. Sebab, HPP gabah dinilai sangat menyengsarakan petani. Belum lagi, bila ingin menjual gabah ke pemerintah melalui Bulog persyaratannya rumit.
"Kalau HET beras sesuai keinginan petani, petani bisa beralih dari menjual gabah ke beras," ujarnya.
Pemerintah menerbitkan harga eceran tertinggi (HET) untuk beras. Merujuk pada Permendag No 57/2017, untuk Jawa, Lampung dan Sumatera Selatan HET beras medium dipatok Rp 9.450 per kg. Sedangkan, beras yang premium Rp 12.800 per kg.