EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menata proses perizinan untuk mempermudah para investor menanamkan modal. Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar saat melakukan peresmian pengaliran gas lapangan BD Madura di Floating Production Storage Offloading (FPSO) di Sampang Madura, Jawa Timur, Rabu (20/9).
"Saat ini kita memangkas perizinan, di sektor Mineral dan Batubara (Minerba) misalnya, (sekarang) kurang dari enam izin dan kita dalam proses menuju online. Nggak perlu datang kalau nggak penting-penting amat. Ini yang saya namakan dengan melarang silaturahim," ujar Arcandra melalui keterangan tertulisnya yang diterima Republika, Kamis (21/9).
Lebih lanjut, Arcandra menginginkan kecepatan proses perizinan bisa ditempuh melalui sistem online yang mengurangi tatap muka lansung. Saat pertama kali meninjau loket perizinan Dirjen Minerba bahkan ia berpesan, "Kalau bisa jangan diperbagus (tempat pelayanannya), nggak perlu loket lagi. Sebisa mungkin online saja," ceritanya.
Sistem online, tambah Arcandra, akan mengurangi 2.000 sampai 3.000 izin perusahaan Minerba dalam setahun yang mana satu hari bisa terdapat 10 perusahaan yang mengurus perizinan. "Paling tidak itu satu izin. Di sana (Minerba) ada 100 izin dalam sehari," jelasnya.
Hal yang sama juga terjadi di subsektor Minyak dan Gas Bumi (Migas). Ada sekitar 106 perizinan di Ditjen Migas telah dihapus dan kini tinggal enam perizinan. "Kalau setiap hari izinnya segini (menumpuk), akhirnya larinya ke gudang. Nggak dibaca," kelakar Arcandra. Selain itu, ada sekitar 2.500 jenis Surat Keterangan Terdaftar (SKT) di Kementerian ESDM telah dipotong dan kini tinggal 200 SKT.
Bersama Menteri ESDM Ignasius Jonan, Arcandra bertekad akan memangkas sistem birokrasi yang panjang itu. Nantinya, Kementerian ESDM akan melakukan pendekatan bisnis dalam menata perizinan. "Saya berharap sekali yang birokrasi ini kita pangkas. Harusnya kita approachnya bukan bureaucratic like approach, tapi business like approach," tegas Arcandra.
Menurut Arcandra, kegagalan para kontraktor juga menjadi cerminan pelayanan pemerintah. "Gagalnya kontraktor, itu juga gagalnya pemerintahan kita karena tidak mampu memberikan pelayanan yang terbaik sehingga tidak mampu bekerja efisien," kata Arcandra.