EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyarankan Bank Indonesia tidak memaksakan perbankan menarik biaya isi ulang kartu uang elektronik atau e-money sebagaimana direncanakan sebelumnya. Mnurut dia, akan lebih kompetitif bila dibebaskan dari kewajiban membayar tersebut.
"Saran paling riil adalah jangan mewajibkan bank untuk menarik biaya isi ulang. Menetapkan tarif tertinggi boleh, tetapi jangan memaksa harus menarik biaya," kata Tulus di Jakarta, Jumat (22/9).
Tulus mengatakan perbankan akan lebih kompetitif dalam melayani konsumen bila dibebaskan dari kewajiban menarik biaya isi ulang. Meskipun dia mengakui aturan tentang biaya isi ulang bisa menertibkan pihak-pihak yang selama ini menarik biaya tinggi untuk isi ulang.
Di sisi lain, Tulus menilai Bank Indonesia akan terkesan berpihak pada bank tertentu bila tetap memaksakan biaya isi ulang pada kartu uang elektronik. "Secara filosofi saja kami tidak setuju dengan biaya isi ulang itu. Konsumen dipaksa menggunakan uang elektronik dengan dalih untuk mendukung masyarakat tanpa uang tunai. Seharusnya konsumen menerima insentif karena sudah ikut mendukung, bukan malah disinsentif," tuturnya.
Kalau penarikan biaya isi ulang uang elektronik itu menggunakan alasan untuk membiayai perawatan infrastruktur, Tulus mengatakan seharusnya bisa memakai biaya dari penghematan anggaran yang terjadi dari kebijakan tersebut.
"Pengelola jalan tol diuntungkan karena tidak perlu menyiapkan uang kembalian yang nilainya cukup banyak. Saya mendengar cerita dari pengelola jalan tol, selama ini mereka kesulitan menyiapkan uang kembalian di pintu tol," katanya.
Dengan penggunaan uang elektronik melalui gerbang tol otomatis, maka pengelola jalan tol akan menghemat biaya yang bisa dialokasikan untuk perawatan infrastruktur.
"Perawatan infrastruktur juga bisa menggunakan anggaran Bank Indonesia yang dihemat melalui kebijakan itu. Dengan penggunaan uang elektronik tentu biaya pencetakan uang akan menurun," katanya.