EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan penerapan skema power wheeling pada akhirnya akan membebani konsumen. Dengan penerapan skema itu, akan ada risiko peningkatan tarif listrik.
“Pemerintah sebaiknya jangan gegabah menerapkan sistem power wheeling dalam sistem ketenagalistrikan kita. Karena implementasi power wheeling dalam jangka panjang akan merugikan konsumen,” kata Tulus, Selasa (10/9/2024).
Menurutnya, skema power wheeling itu sangat berbahaya karena memperbolehkan produsen listrik swasta menggunakan jaringan yang selama ini dikelola negara.
“Jika sudah ada peran swasta, dikhawatirkan bakal terbentuk kartel atau oligopoli dalam sistem ketenagalistrikan. Dengan adanya campur tangan swasta, maka pemerintah akan sulit mengintervensi penentuan tarif listrik,” katanya.
Jika pemerintah sulit menentukan tarif, lanjutnya, maka masyarakat sebagai konsumen listrik akan menelan tarif listrik yang mahal. “Jadi dalam jangka panjang, power wheeling berpotensi merugikan konsumen,” katanya.
Pada ujungnya, kata Tulus, power wheeling berisiko mewariskan masalah kepada rakyat yang bakal menerima tarif listrik mahal. Selain itu, negara juga dirugikan karena jaringan transmisi listriknya digunakan juga oleh swasta. “Investasi jaringan listrik itu mahal,” katanya.
Sebelumnya, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi meminta pasal tersebut dihapus karena dapat mengurangi pendapatan negara, dan menggerus APBN.
Menurutnya, power wheeling justru akan menggerus pendapatan negara karena 90 persen penjualan listrik berasal dari pelanggan industri. Selain itu, skema power wheeling akan meningkatkan biaya operasional PLN untuk membiayai pembangkit cadangan, yang dibutuhkan menopang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) yang bersifat intermittent dipengaruhi matahari dan angin.