EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mulai menerapkan skema baru berupa pembiayaan mikro perumahan untuk mengurangi angka ketimpangan atau backlog perumahan. Sebanyak 16 provinsi terpilih untuk melaksanakan proyek percontohan (pilot project) skema pembiayaan mikro perumahan tersebut.
Dirjen Pembiayaan Perumahan Kementerian PU dan PR, Lana Winayanti, mengatakan berdasarkan konsep penghunian, angka backlog di Indonesia pada 2014 mencapai 7,6 juta unit. Namun, jika dihitung dengan konsep kepemilikan, backlog mencapai 13 juta unit. Ia mengakui angka backlog cukup tinggi meski pemerintah telah meluncurkan banyak skema pembiayaan.
"Masih banyak masyarakat yang tidak bisa mengakses skema pembiayaan tersebut terutama masyarakat berpenghasilan rendah yang bekerja di sektor ekonomi informal. Misalnya pedagang kaki lima, petani, nelayan pekerja rumah tangga, sopir ojek, tukang bakso, pekerja honorer dan sebagainya," jelasnya kepada wartawan di sela-sela acara Lokakarya Bimbingan Teknis Pelaksanaan Dekonsentrasi Sub Bidang Pembiayaan Perumahan di Hotel Bidakara Jakarta, Senin (2/10).
Lana menjelaskan, konsep skema tersebut antara lain, nilai pembiayaan maksimal Rp 50 juta dengan jangka waktu pinjaman maksimal lima tahun. Dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki rumah maupun membiayai pembangunan rumah tumpuk.
"Nanti pemerintah daerah bersama Pokja Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dan tenaga ahli pembiayaan perumahan di 16 provinsi akan mendata komunitas masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak tetap yang mempunyai kebutuhan perumahan layak huni dan bisa difasilitais melalui pembiyaaan mikro perumahan," ujarnya.
Enam belas provinsi tersebut yakni, Sumatra Utara, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Lampung, Bengkulu, Banten, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku.Data yang dihimpuan antara lain berupa profil masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), termasuk jumlah penghasilan.
Kementerian PU dan PR telah menggandeng Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE) untuk melaksanakan skema pembiayaan tersebut. Nantinya, kedua bank memberikan pelayanan yang berbeda. BRI diarahkan untuk melayani komunitas masyarakat berpenghasilan tidak tetap.
Sedangkan BKE diarahkan untuk melayani komunitas pegawai negeri sipil di daerah khususnya golongan I dan II melalui kerjasama dengan Induk Koperasi Pegawai Republik Indonesia (IKPRI). Kedua bank menargetkan sampai akhir tahun memperoleh 3.500 nasabah melalui skema tersebut. Masing-masing BRI 3.000 nasabah dan BKE 500 nasabah. Artinya, total kredit yang disalurkan kedua bank melalui skema tersebut mencapai Rp 175 miliar sampai akhir tahun. "Diharapkan bank-bank lain tertarik menyalurkan pembiayaan mikro perumahan. Pilot project ini juga untuk membangun sistem pembiyaan perumahan yang disesuaikan kearifan lokal," ucap Lana.
Kepala Divisi Kebijakan dan Strategi Bisnis Mikro BRI, Abednego Serang, menyatakan, dalam skema pembiayaan tersebut, agunan berupa tanah yang telah dimiliki oleh calon nasabah. BRI berencana menarik bunga sebesar 1 persen per bulan secara flat. "Kan ini tidak membangun rumah dari awal jadi agunan tanahnya sendiri. Karena tanah kosong, bisa dibangun rumah rumpuk. Atau rumah rusak direnovasi atau belum punya sertifikat bisa biaya sertifikat," ujarnya.
Abednego optimistis tidak akan terjadi persoalan terhadap kredit macet. Sebab, bank akan benar-benar memilih nasabah sesuai dengan kemampuan membayar.
Sementara itu, Kepala Divisi Kredit Komersial BKE, Doddy Bursman, menyatakan skema pembiayaan tersebut merupakan bisnis baru di BKE. Selama ini BKE melayani kredit komersial dan kredit konsumer melalui kerja sama dengan Koperasi Pegawai Republika Indonesia (KPRI). BKE menetapkan bunga sekitar 0,7 persen per bulan atau 8,4 persen per tahun kepada koperasi. Biasanya, koperasi menyalurkan kredit dengan bunga 1 persen sampai 1,2 persen per bulan.
"Kami menyalurkan kredit melalui koperasi. Dari koperasi ada anggota-anggotanya para PNS golongan I dan II itu yang akan diberikan pinjaman maksimal Rp 50 juta. Peruntukannya untuk pembiayaan kavling, rumah tumpuk, renovasi dan persertifikatan," kata Doddy.