EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah tengah menyiapkan langkah untuk melakukan Operasi Pasar (OP) beras kualitas medium, yang belakangan ini mengalami penurunan pasokan khususnya di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) untuk beras kualitas tersebut.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tjahya Widayanti mengatakan bahwa langkah untuk melakukan operasi pasar beras kualitas medium tersebut masih akan menunggu hasil Rapat Koordinasi Terbatas di kantor Menteri Koordinator Ekonomi. "Kita mau Rakortas terlebih dahulu, tapi saya sudah menyiapkan suratnya, untuk menugaskan Perum Bulog melakukan operasi pasar," kata Tjahya, di Jakarta, Rabu (4/10).
Menurut dia, saat ini Perum Bulog memiliki stok yang masih mencukupi untuk melakukan operasi pasar. Besaran jumlah beras kualitas medium yang akan digelontorkan untuk operasi pasar tersebut masih akan dibicarakan terlebih dahulu. "Jumlahnya kita lihat nanti. Tidak harus langsung sebanyak 75 ribu ton, secara bertahap. Beras medium di Cipinang itu berkurang," katanya.
Sementara itu, Direktur Utama Food Station Tjipinang Jaya Arief Prasetyo Adi mengatakan bahwa berkurangnya pasokan beras medium ke Pasar Induk Beras Cipinang tersebut terjadi sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras.
Saat ini, total stok beras di Pasar Induk Beras Cipinang kurang lebih mencapai 53 ribu ton, dengan komposisi sebanyak 60-70 persen merupakan beras kualitas premium. Penetapan HET beras kualitas medium untuk wilayah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi sebesar Rp 9.450 per kilogram, dan Rp 12.800 untuk jenis premium. "Dengan kondisi harga gabah seperti sekarang ini, orang (pelaku usaha) cenderung memproduksi beras premium. Sementara pasar tidak bisa menentukan harus berapa banyak medium dan berapa banyak beras jenis premium," kata Arief.
Beras jenis medium yang memiliki spesifikasi derajat sosoh minimal 95 persen, kadar air maksimal 14 persen dan butir patah maksimal 25 persen. Sementara untuk beras premium adalah beras yang memiliki spesifikasi derajat sosoh 95 persen, kadar air maksimal 14 persen dan butir patah maksimal 15 persen. "Definisi medium dan premium yang lalu dengan saat ini berbeda. Dulu, beras premium itu memiliki butir patah maksimal lima persen, sekarang menjadi 15 persen. Memang ada perubahan dan itu harus kita cermati," kata Arief.
Pemerintah telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komoditas beras kualitas medium dan premium, dalam upaya untuk mempertahankan daya beli masyarakat dan mengendalikan tingkat inflasi. Aturan tersebut mulai berlaku efektif pada 1 September 2017. Namun, sejak diberlakukannya aturan tersebut, pasokan beras kualitas medium mengalami penurunan, sementara pasokan untuk kualitas premium meningkat. Penetapan HET di tiap-tiap wilayah dibedakan, dimana harga lebih rendah untuk wilayah yang masuk dalam kategori produsen beras.
Wilayah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi sebesar Rp 9.450 per kilogram, dan Rp 12.800 untuk jenis premium. Sementara, Sumatera, tidak termasuk Lampung dan Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan untuk beras kualitas medium Rp 9.950 dan premium Rp 13.300 per kilogram. Untuk Maluku termasuk Maluku Utara dan Papua, HET beras kualitas medium sebesar Rp 10.250 per kilogram dan Rp 13.600 untuk beras jenis premium.