Rabu 04 Oct 2017 18:13 WIB

Luhut Sebut Freeport tak Menolak Divestasi

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nur Aini
Menko Maritim Luhut Pandjaitan (kiri) dan Menko Perekonomian Darmin Nasution (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/6).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Menko Maritim Luhut Pandjaitan (kiri) dan Menko Perekonomian Darmin Nasution (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/6).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa isu yang berkembang saat ini tentang surat keberatan Freeport terhadap poin-poin negoisasi tidak seperti apa yang dianggap oleh masyarakat. Ia mengatakan, persoalan kesepakatan sudah seperti apa yang sebelumnya dijelaskan oleh Menteri Keuangan, Menteri ESDM dan CEO Freeport, Richard Adkerson.

 "Soal 51 persen itu nggak ada masalah. Siapa yang nolak. Itu sudah oke. yang jadi pembahasan lanjutan adalah soal bagaimana 51 persen itu mau dilakukan dan kapan," ujar Luhut di Plaza Senayan, Jakarta, Rabu (4/10).
 
Luhut mengatakan memang persoalan perundingan masih terus dilakukan oleh pemerintah dan pihak Freeport. Hal ini untuk mendetailkan poin-poin yang semula sudah disepakati. Poin perundingan saat ini terkait divestasi saham Freeport akan dilakukan pada lima atau sepuluh tahun mendatang.
 
"Tapi bahwa kapan 51 persen itu, itu saja yang diomongin. Apakah lima tahun,atau 10 tahun dari sekarang. Soal itu. Kapan itu 51 oersen, itu jadi diskusinya, apakah 2021 atau lebih lambat lagi, itu kita lihat ya," ujar Luhut.
 
Terkait besaran 51 persen, menurut Luhut hal tersebut merupakan kewajiban pemerintah dalam mengkontrol operasi Freeport. Menurut Luhut, Tambang Grasberg yang dikelola Freeport merupakan milik negara yang tidak bisa terus menerus dieksploitasi.
 
"Nggak ada yang memaksakan. Karena itu memang hak kita. Kita harus kontrol. Mana ada sih di dunia ini yang mau 51 persen tidak kita kontrol," ujar Luhut.

Surat Freeport atas skema divestasi 51 persen sahamnya yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto beredar ke publik. Surat yang tertulis pada 28 September 2017 ditandatangani oleh Presiden and Chief Executive Officer (CEO) Freeport McMoRan Inc, Richard C Adkerson.

Dalam surat tersebut, ada lima poin surat dari Kementerian Keuangan yang ditanggapi Freeport. Pertama, divestasi 51 persen saham PTFI diselesaikan paling lambat 31 Desember 2018, dijawab Freeport dengan menyatakan tidak ada kewajiban divestasi saat ini jika mengacu ke kontrak karya PTFI.

Kedua, Indonesia ingin valuasi saham divestasi dihitung berdasarkan manfaat usaha pertambangan sampai 2021. Keinginan ini ditolak Freeport yang menginginkan nilai saham dihitung berdasarkan nilai pasar wajar dan menghitung nilai ekonomis sampai 2041. Adkerson menyatakan Freeport memiliki kontrak operasi sampai 2041.

Ketiga, Indonesia ingin divestasi dilakukan dengan menerbitkan saham baru atau rights issue dan diserap Indonesia. Akan tetapi, usulan tersebut tidak diterima Freeport yang menilai bisa menurunkan nilai saham Freeport Indonesia.

Keempat, Indonesia menyatakan harus memperoleh 51 persen dari total produksi dari seluruh wilayah yang termasuk dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus. Akan tetapi, Freeport tetap menginginkan divestasi dilakukan berdasarkan nilai pasar wajar dari bisnis saat ini sampai 2041.

Kelima, pemerintah meminta Freeport segera menanggapi permintaan uji tuntas dari Kementerian BUMN termasuk kemudahan akses data. Terkait hal ini, Adkerson menyatakan Freeport menyanggupi hal tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement