EKBIS.CO, JAKARTA -- Palyja sebagai salah satu pemasok air bersih untuk sebagian wilayah Jakarta, menerapkan ivovasi baru dalam mendukung pasokan air bersih. Inovasi tersebut dinamakan biofiltrasi.
Division Head of Corporate Communication and Social Responsibility Palyja, Lydia Astriningworo mengatakan teknologi yang diterapkan oleh Palyja merupakan inovasi terbaru. "Bahkan baru pertama kali diterapkan di Asia Tenggara," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id beberapa waktu lalu.
Dia meneruskan, teknologi Biofiltrasi memanfaatkan mikroorganisme alami yang ada dalam air untuk memakan polutan-polutan khususnya amonia yang dapat mencemari air. Sehingga hasil dari biofiltrasi ini dapat dimanfaatkan menjadi air baku yang siap untuk disalurkan kepada masyarakat.
Inovasi tersebut diterapkan Palyja karena pasokan air baku yang diolah menjadi air bersih tidak bertambah secara signifikan sejak tahun 1998. Berdasarkan studi PAM Jaya yang dilakukan pada tahun 2015, total kebutuhan air bersih di Jakarta 26.100 liter per hari.
Namun kebutuhan air bersih yang sudah dipenuhi baru 17 ribu liter per hari. Sehingga defisit air bersih yang harus dipenuhi masih sekitar 9.100 liter per hari. Palyja mengklaim air yang mereka distribusikan sudah melalui beberapa kali proses penyaringan sehingga layak untuk disalurkan kepada masyarakat yang wilayahnya masuk pendistribusian Palyja.
Lydia juga mengatakan, sejauh ini produksi dan pendistribusian air bersih juga masih berjalan normal. Ketersediaan air bersih Palyja juga masih mencukupi sampai akhir tahun 2017.
Walaupun begitu, mengenai pencemaran air sungai di Jakarta, Yayat Supriyatna selaku pengamat Perkotaan mengatakan tingkat pencemaran masuk kategori cukup tercemar. Pencemaran tersebut berasal dari limbah industri dan limbah masyarakat yang dibuang ke sungai.
Untuk mengatasi hal tersebut, Yayat mengatakan perlu adanya upaya yang dilakukan secara preventif agar dapat mencegah pencemaran air yang terjadi di Jakarta. Salah satunya dengan adanya pengawasan dan pengandalian terhadap industri dan masyarakat yang membuang limbah ke sungai. Sanksi yang tegas juga diperlukan agar sungai tidak dijadikan lagj sebagai lahan untuk membuang sampah.