EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengurangan hambatan bagi pekerja migran dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja dan memperdalam integrasi ekonomi di kawasan ASEAN. Hal itu merupakan rekomendasi dari laporan Bank Dunia mengenai pekerja migran di ASEAN.
"Dengan pilihan kebijakan yang tepat, negara-negara pengirim dapat memperoleh keuntungan ekonomi dari migrasi keluar dan memberikan perlindungan kepada warga negaranya yang memilih untuk bermigrasi untuk pekerjaan. Di negara penerima, jika kebijakan migrasi sesuai dengan kebutuhan ekonomi, pekerja asing dapat mengisi kekurangan tenaga kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," kata Kepala Ekonom Bank Dunia untuk wilayah Asia Timur dan Pasifik Sudhir Shetty melalui konferensi jarak jauh di Jakarta, Senin (9/10).
Shetty mengaku, kebijakan yang tidak cocok dan lembaga yang tidak efektif akan mengakibatkan kawasan ASEAN menghadapi kemungkinan kehilangan peluang untuk menarik keuntungan secara maksimal dari migrasi pekerja.
Dalam laporan berjudul "Migrasi untuk Mencari Peluang", migrasi dalam kawasan ASEAN meningkat tajam dalam periode 1995 hingga 2015. Malaysia, Singapura, dan Thailand menjadi daerah-daerah pusat migrasi di kawasan dengan adanya 6,5 juta migran yang merupakan 96 persen dari jumlah pekerja migran di ASEAN.
Bank Dunia mencatat, pekerja migran ASEAN yang berketerampilan rendah dan sering tidak memiliki dokumen resmi, mencari peluang ekonomi terutama di sektor konstruksi, perkebunan, dan jasa rumahtangga. Meski pekerjaan dengan gaji yang lebih tinggi tersedia, mereka tidak selalu bisa memanfaatkan keuntungan dari berbagai peluang tersebut.
Masyarakat Ekonomi ASEAN telah mengambil langkah-langkah untuk memfasilitasi mobilitas pekerja. Akan tetapi, peraturannya hanya mencakup profesi yang memiliki keterampilan tinggi seperti dokter, dokter gigi, perawat, insinyur, arsitek, akuntan, dan tenaga kerja pariwisata atau hanya 5 persen dari jumlah pekerjaan di ASEAN.
Secara umum, Bank Dunia mengamati, prosedur migrasi di ASEAN masih bersifat membatasi. Hambatan seperti proses rekrutmen yang mahal dan panjang, terbatasnya kuota jumlah pekerja asing yang diperbolehkan di suatu negara, serta kebijakan ketenagakerjaan yang kaku membatasi pilihan pekerjaan bagi para pekerja yang kemudian berdampak pada kesejahteraan mereka.
Kebijakan yang membatasi ini sebagian dipengaruhi persepsi bahwa masuknya pekerja migran akan berdampak negatif pada negara penerima. Namun, bukti menunjukkan sebaliknya.
Di Malaysia, simulasi menemukan bahwa kenaikan 10 persen jumlah pekerja migran berketerampilan rendah meningkatkan PDB riil sebesar 1,1 persen. Di Thailand, analisis terakhir menunjukkan bahwa tanpa pekerja migran dalam angkatan kerja, PDB akan turun sebesar 0,75 persen.
"Di manapun para pekerja ingin bermigrasi di kawasan ASEAN, mereka menghadapi biaya mobilitas beberapa kali lipat dari upah rata-rata tahunan. Perbaikan dalam proses migrasi dapat meringankan biaya ini bagi calon migran, dan membantu negara-negara tersebut untuk lebih baik menanggapi kebutuhan pasar tenaga kerja mereka," kata Ekonom Bank Dunia untuk Social Protection and Jobs Global Practice Mauro Testaverde.
Testaverde menilai, mobilitas tenaga kerja bisa memberi dampak yang signifikan bagi prospek ekonomi kawasan. Ini karena migrasi dapat memberi kesempatan kepada individu dari negara-negara berpenghasilan rendah untuk meningkatkan pendapatan mereka.
Testaverde mencatat, Indonesia perlu semakin giat menyelesaikan dokumentasi pekerja migran sehingga dapat memberikan perlindungan maksimal. Selain itu, Indonesia juga disarankan untuk mempermudah prosedur terkait pengiriman pekerja migran. "Indonesia dapat meningkatkan koordinasi antarinstansi terkait dan merampingkan prosedur," kata Testaverde.