Kamis 12 Oct 2017 03:09 WIB

Berawal Hobi, Cenghar Coffee Kini Beromzet Rp 190 Juta

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Agus Yulianto
Pekerja mengolah biji kopi natural arabica di Basecamp Persaudaraan Gunung Puntang Indonesia (PGPI) Shelter Kopi Sunda Hejo, Gunung Puntang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat (Ilustrasi)
Foto: M Agung Rajasa/Antara
Pekerja mengolah biji kopi natural arabica di Basecamp Persaudaraan Gunung Puntang Indonesia (PGPI) Shelter Kopi Sunda Hejo, Gunung Puntang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat (Ilustrasi)

EKBIS.CO, Berawal dari kecintaannya sebagai penikmat kopi, Ridwan Sujatmiko memulai bisnis coffee shop bersama dua rekannya yang lain, Heru dan Hikmat pada 2015 lalu. Dengan modal awal sekitar Rp 9 juta dan brand Cenghar Coffee yang bertempat di jalan Ciawitali, Kota Cimahi, mereka memulai usahanya. Kini, omset yang diperoleh dari bisnis tersebut perbulan kini mencapai kurang lebih sekitar Rp 190 juta.

Keterlibatan Cenghar Coffee dalam Perhutanan Nasional Nusantara (Pesona) Mart yang merupakan program Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) turut mendongkrak popularitas usaha. Sebab, sering diajak dalam setiap kegiatan kementerian atau pun festival di berbagai daerah.

Owner Cenghar Coffee, Ridwan Sujatmiko mengungkapkan berawal dari rasa keprihatinan terhadap kondisi perkopian di Indonesia yang peringkatnya menurun di dunia. Ia bersama rekan-rekannya yang lain mulai membangun bisnis kopi. Salah satu tujuan berdirinya usaha tersebut juga ingin meningkatkan kesejahteraan di kalangan petani.

"Kenapa yang dipilih kopi, kita merasa sedih karena kita (Indonesia) awalnya penghasil kopi kedua terbesar sedunia. Saat ini menurun menjadi keempat. Sedihnya setelah Vietnam yang notabene wilayah hutannya lebih luas Indonesia," ujarnya kepada wartawan, Rabu (11/10) di Cenghar Coffee Shop.

Sejak itu, ia menuturkan mulai mendatangi para petani kopi untuk mengetahui kondisi dan kualitas kopi. Sebab sebelumnya, rata-rata kopi di Coffee Shop kebanyakan berasal dari luar negeri. Sementara itu yang berasal dari Indonesia sendiri sangat sedikit. Saat berada dilapangan, para petani justru mengeluhkan harga yang rendah saat dijual kepada pengepul.

Menurutnya, melihat kondisi tersebut ia mulai mengumpulkan kopi-kopi dari petani di Jawa Barat yang berasal dari wilayah Pangalengan, Gunung Halu, Rongga, Manglayang, Cipada dengan syarat kualitas kopi harus terjaga dan harga yang tidak rendah.

"Awalnya mulai dari gerobak ningkat ke pujasera atau foodcourt. Dari situ ketemu pak Hadi Daryono, beliau mampir ke booth di pujasera dan tertarik dengan kopi yang berasal dari Jawa Barat semua," ungkapnya.

Dirinya menuturkan, kemudian yang bersangkutan mengajak kerjasama dan mendorong agar Cenghar Coffee pindah lokasi ke rumahnya di Ciawitali, Kota Cimahi. Hingga akhirnya saat ini, ia mengaku, menempati rumah milik Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Hadi Daryanto untuk berusaha kopi.

"Alhamdulillah kita dimasukan ke pesona Mart. Apa yang dijual Cenghar Coffee itu langsung dari petani tidak dari pengepul. Ke petani membayar harga tinggi dan kita ke konsumen kita jual dengan harga terjangkau dengan kualitas yang terjaga," katanya.

Ridwan mengatakan sebelum bekerjasama dengan Cenghar Coffee para petani menjual kopi ke bandar masih berbentuk ceri yang membuat harga menjadi murah. Padahal jika dijual dalam bentuk green bean harga kopi akan lebih mahal. Saat para petani mulai bekerjasama dengan dirinya, ia mengaku memberikan pendampingan juga.

"Harga kopi kondisi ceri Rp 6.000 per kg sementara kalau green bean siap sangrai itu Rp 130 ribu per kg. Dengan itu petani sangat senang karena penghasilannya berlipat ganda," katanya.

Menurutnya, jika dulu dalam setahun untuk satu hektare petani hanya bisa memperoleh Rp 6-8 juta. Kini naik drastis mencapai Rp 60-70 juta. Pihaknya membeli kopi dari petani dengan tetap memperhatikan kualitas. Selain itu per bulan Cenghar Coffee menyerap dua kuintal kopi dari petani.

Ridwan menjelaskan, kata 'Cenghar' sendiri menurutnya berasal dari Bahasa Sunda yang berarti fresh atau segar. Namun, ia bersama temannya sering memplesetkan cenghar kepanjangan 'Goceng Beunghar', 'Goceng' berarti uang lima ribu dan 'Beunghar' berarti kaya. Dimana, Cenghar Coffee yang hanya bermodalkan Rp 9 juta.

Karena memiliki tujuan untuk mensejahterakan petani dan menjual kopi dengan harga terjangkau, harga kopi yang dijualnya hanya Rp 12-15 ribu per cangkirnya. "Saya harap dengan ada Cenghar muncul Cenghar-Cenghar (kopi shop) lainnya," ungkapnya.

Sementara itu, kelompok tani yang didampingi pasca panen untuk mengolah kopi sebanyak empat kelompok tani. Dimana satu kelompok paling banyak 13 orang dan sedikit delapan orang. "Omset Cenghar satu bulan Rp 190 juta. Itu dari penjualan kopi 60 persen," katanya. Sementara itu total karyawan mencapai 18 orang.

Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Hadi Daryanto mengatakan, Ridwan Sujatmiko merupakan seorang owner Coffee shop yang sukses. Nama Cenghar Coffee sendiri telah dikenal orang. Cenghar Coffee katanya merupakan salah saty coffee shop dari ratusan binaan KLHK.

Hadi menuturkan, sebelum diajak membuka coffee shop di rumah miliknya, Ridwan menjual kopi menggunakan gerobak di daerah Padalarang. "Dia dulu jualan kopi di pojokan jalan menggunakan gerobak, ujan-ujanan di jalan," katanya. Kemudian ia yang tengah berjalan-jalan dengan isteri bertemu dengan Ridwan.

Dari sana katanya ia membolehkan Ridwan untuk menjual kopi di rumah kosong miliknya. "Unik ada penjual kopi jalanan yang bisa buat kopi seperti ini," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement