Selasa 17 Oct 2017 15:32 WIB

Bangun Jalan Tol, Dulu Cina Tiru Indonesia, Sekarang...

Red: Budi Raharjo
Pemandangan dari udara, Jalan tol Bawen - Salatiga.
Foto: dok. Jasa Marga
Pemandangan dari udara, Jalan tol Bawen - Salatiga.

EKBIS.CO, SEMARANG -- Pemerintah menegaskan akan terus fokus untuk membangun infrastruktur di negeri ini. Kiat tersebut dilakukan guna mendorong peningkatan indeks daya saing bangsa Indonesia.

Sehingga dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, anggaran infrastruktur dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) pun mengalami lompatan signifikan, hingga Rp 224 triliun.

Hal ini ditegaskan Presiden Joko Widodo saat memberikan orasi ilmiah dalam rangka Dies natalis ke-60 Universitas Diponegoro (Undip), di kompleks kampus Undip Tembalang, Kota Semarang, JawaTengah, Selasa (17/10).

Menurut Presiden, mengapa juga APBN banyak terserap untuk pembangunan infrastruktur. Mengapa juga tol harus dibangun di mana-mana, baik di Jawa, Sumatra, Kalimantan maupun di Sulawesi. "Anggaran infrastruktur pun juga meloncat dari Rp 177 triliun pada 2014 menjadi Rp 401 triliun untuk 2017," jelasnya.

Pada 1977, lanjutnya, Indonesia sudah mulai membangun jalan tol Jagorawi. Pembangunan jalan tol sepanjang 60 kilometer ini selesai 1981. Saat itu, semua negara melihat bagaimana bangsa ini mampu membuktikan menejemen konstruksi, manajemen proyek dan manajemen operasional.

Negara-negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam, Filipina dan Cina, semuanya melihat dan mengakui. "Tetapi setelah itu, sampai dengan 2014 atau kurun waktu hampir 35 tahun, kita hanya bisa menyelesaikan 780 kilometer," katanya.

Padahal, masih jelas Presiden, negara lain yang sebelumnya melihat dan meniru Indonesia seperti Cina, setahun bisa membangun jalan tol 4 ribu kilometer lebih. Sekarang Cina sudah memiliki jalan tol sepanjang 280 ribu kilometer.

Selain jalan tol, pembangunan infrastruktur pelabuhan juga terus didorong. "Mengapa tak hanya Tanjung Priok, pelabuhan-pelabuhan besar di Sumetra harus dimiliki. Mengapa dibangun pelabuhan Kuala Tanjung, sebentar lagi Makasar New Port dan di Sorong dimulai tahun depan," papar dia.

Kenapa ini harus kita bangun, karena negara ini merupakan negara kepulauan. Penguatan basis pondasi samudra laut (kemaritiman) merupakan sebuah keharusan.

Demikian halnya dengan bandar udara (bandara). Negara Indonesia ini memiliki 17 ribu pulau, ada yang bisa diakses menggunakan kapal laut dan ada yang tidak bisa diakses menggunakan kapal laut. Oleh sebab itu juga di pulau-pulau terpencil seperti Natuna, pulau Miangas dibangun bandara.

Kemudian pembangkit listrik, banyak yang bilang terlalu ambisius. Dalam kurun waktu lima tahun menargetkan 35 ribu Megawatt (MW). Padahal selama 72 tahun Indonesia hanya mampu membangun pembangkit listrik dengan kapasitas 53 ribu MW.

Baginya hal ini bukan persoalan. Target memang harus besar dan ambisi memang harus seperti itu. Sebab kalau tidak begitu, daya saing bangsa ini akan semakin tertinggal.

Ongkos atau biaya trasnportasi di Indonesia --dibandingkan negara- negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia misalnya-- 2,5 kali lipat lebih mahal. Artinya apa untuk membawa barang dari satu tempat ke tempat lain, di Indonesia jauh lebih mahal.

Sehingga barang yang dijual pun akhirnya jatuhnya menjadi lebih mahal. Oleh karena itu, ia menginginkan daya saing bangsa ini menjadi lebih baik dari negara-negra lain. Indeks daya saing global harus terus diperbaiki.

Tahun ini, Indonesia cukup lumyan. Daya saing bangsa ini meloncat dari peringkat 41 ke peringkat 36, dari 137 negara. Namun sebisa mungkin Indonesia juga ingin masuk di peringkat lima besar atau 10 besar.

Tetapi memang belum sampai. "Inilah mengapa ketertinggalan dalam hal infrastruktur ini harus selalu kita kejar terus guna mendorong peningkatan daya saing bangsa," tandas Presiden.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement