EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melakukan evaluasi tiga tahun program tol laut dalam rangkaian Rapat Koordinasi Nasional di Jakarta, Selasa (17/10) hingga Kamis (19/10). Menurut Inspektur Jenderal Kemenhub Wahju Satrio Utomo, pelaksanaan program tersebut masih terkendala sejumlah masalah.
"Di antaranya masih belum optimalnya muatan kapal, khususnya muatan balik dari Indonesia bagian timur ke Indonesia bagian barat," kata Wahju.
Menurut dia, pemerintah terus berupaya untuk mengatasi kendala tersebut. Cara yang didorong adalah optimalisasi muatan balik dari daerah. Dia mengatakan, optimalisasi bisa dilakukan dengan sinergi dan koordinasi antara pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan masyarakat setempat.
"Sehingga dengan begitu dapat meningkatkan kapasitas angkut serta meningkatkan perekonomian daerah setempat," kata Wahju.
Meski begitu, dia memastikan, pelaksanaan tol laut secara umum telah berjalan dengan baik. Terdapat peningkatan dari sisi regulasi sebagai payung hukum. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang Dari dan Ke Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan.
Perpres tersebut ditindaklanjuti dengan penerbitan beberapa peraturan pelaksanaannya. "Tol laut merupakan program nasional yang dicanangkan oleh Pemerintahan Presiden Jokowi. Hal itu dilatarbelakangi dengan adanya disparitas harga yang cukup tinggi antara wilayah Indonesia bagian barat dengan wilayah Indonesia bagian timur," ujar Wahju.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Laut Bay M Hasani mengatakan, terdapat peningkatan dari sisi trayek tol laut. "Pada tahun 2017, trayek tol laut bertambah menjadi 13 trayek. Sebanyak tujuh trayek dilaksanakan oleh PT Pelni melalui penugasan dan enam trayek dilaksanakan oleh perusahaan angkutan laut swasta," katanya.
Menurut Bay, keberhasilan penyelenggaraan tol laut harus didukung dengan sinergi. Sinergi tersebut sebenarnya telah ada, yakni antara Kemenhub, Kementerian Perdagangan, Kementerian BUMN, dan pemerintah daerah. Salah satunya melalui program Rumah Kita.
"Rumah Kita berada di 19 lokasi dengan penanggung jawab yang berbeda-beda," ujar Bay.
Dia menjelaskan, Rumah Kita berada di lokasi yang berbeda untuk memaksimalkan peranannya sebagai tempat menampung barang-barang yang dibawa dan disinggahi kapal tol laut. Perinciannya, PT Pelabuhan Indonesia I bertanggung jawab untuk Rumah Kita yang berada di Nias dan Mentawai, PT Pelindo II (Natuna dan Tahuna), PT Pelindo III (Dompu, Waingapu, Rote, dan Kalabahi), dan PT Pelindo IV (Nabire, Tobelo, Sebatik, Tidore, dan Sangatta atau Lhoktuan).
Tidak hanya itu, PT Pelayaran Nasional Indonesia akan bertanggung jawab untuk Rumah Kita di Morotai, Saumlaki, Manokwari, dan Timika. Selain itu, PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Indonesia Ferry juga akan bertanggung jawab untuk Rumah Kita di Merauke dan Namlea.
Bay menuturkan, hasil dari penyelenggaraan tol laut tersebut sudah mulai terasa. \"Sebagai contoh, pada Ahad (10/10), kapal tol laut KM Caraka Jaya Niaga III/4 yang memuat 600 tabung gas ukuran 12 kilogram tiba di Natuna, Kepulauan Riau, untuk membantu masyarakat Natuna yang selama ini sulit memperoleh pasokan tabung gas produksi nasional. Selama ini, mereka terpaksa membeli produk tabung gas dari negara tetangga,\" ujar Bay.
Investasi naik
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong memaparkan realisasi investasi selama tiga tahun Pemerintahan Jokowi-JK. Menurut BKPM, selama tiga tahun terakhir investasi tumbuh sebesar 46 persen.
Pada 2014 lalu, nilai investasi hanya tembus Rp 463 triliun. Namun, pada 2017 ini, investasi diproyeksikan akan mencapai Rp 678 triliun sampai akhir tahun mendatang.
Dari seluruh investasi yang terjadi di Indonesia selama tiga tahun terakhir, sambung Thomas, ada sekitar 3,4 juta lapangan pekerjaan baru yang tercipta. "Lebih dari sepertiga lapangan pekerjaan itu adanya di luar Pulau Jawa," kata dia, Selasa (17/10).
Lebih lanjut, Thomas memaparkan, investasi juga terbukti dapat memperbaiki neraca perdagangan. Investasi yang berorientasi ekspor telah menyumbang kontribusi sehingga neraca perdagangan yang semula menderita defisit dapat menikmati surplus.
"Neraca perdagangan yang tadinya defisit Rp 80 triliun per tahun, sekarang menjadi surplus Rp 100 triliun per tahun," ujar dia.
Kendati begitu, Thomas mengakui, masih banyak persoalan yang harus diselesaikan untuk menarik lebih banyak investor. Salah satu yang paling utama, menurut dia, terkait masalah perizinan yang masih menghambat investasi.
"Kita sudah lama tidak menjadi negara hukum, tetapi menjadi negara peraturan. Seharusnya, hal yang tidak perlu diatur, ya, tidak usah diatur," kata Thomas.
(Editor: Muhammad Iqbal).