EKBIS.CO, JAKARTA -- Indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia gagal mempertahankan posisi pada level psikologis 6.000 yang dibukukan pada Rabu (25/10). Dalam penutupan perdagangan, Kamis (26/10), IHSG ditutup melemah 0,49 persen menjadi 5.995,85.
Padahal, menjelang perdagangan ditutup sekitar pukul 15.40 WIB, IHSG masih berada di atas 6.000, tepatnya 6.013,65. Sementara, sebelumnya pada penutupan perdagangan sesi I, IHSG masih positif, yaitu 0,13 persen ke level 6.033,49.
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menyatakan, penguatan yang terjadi memang terbatas di 6.000. Dengan kata lain, IHSG tidak bisa melonjak ke level yang jauh lebih tinggi. "Investor harus perhatikan, naiknya IHSG sampai 6.000 membuat rawan terjadi ambil untung," kata Hans.
Dengan banyak yang melakukan profit taking, dia menjelaskan, aksi jual banyak terjadi. "Jadi, artinya kita tidak akan lihat laju IHSG kencang. Hal itu karena IHSG akan terkonsolidasi pada level 6.000," ujar Hans.
Pada pembukaan perdagangan, Kamis (26/10) pagi, IHSG dibuka melemah 7,16 poin atau 0,12 persen menjadi 6.018,27. Vice President Research and Analysis Valbury Asia Securities Nico Omer Jonckheere mengatakan, masih adanya kekhawatiran investor terhadap konflik di Semenanjung Korea menjadi salah satu faktor yang menahan laju IHSG.
"Presiden Amerika Serikat Donald Trump berencana mengunjungi sejumlah negara Asia pada awal November, salah satunya ke Korea Selatan. Kunjungan Trump ke Korea Selatan dikhawatirkan dapat meningkatkan ketegangan di Semenanjung Korea," katanya.
Selain itu, lanjut dia, rencana AS dan Korsel melakukan latihan gabungan juga dapat membuat ketegangan terhadap Korut meningkat. Faktor lain dari sisi eksternal yang juga menentukan pencapaian IHSG adalah kinerja perekonomian di Negeri Paman Sam.
Analis senior Binaartha Securities Reza Priyambada mengatakan, berbalik positifnya laju bursa saham AS memberikan sentimen positif pada sejumlah indeks saham Asia. Termasuk di dalamnya adalah IHSG. "Pelaku pasar juga mengantisipasi rilis kinerja pada emiten yang diperkirakan akan lebih baik," ujarnya di Jakarta, Kamis, (26/10).
Pada Rabu sore (25/10), IHSG BEI ditutup menguat 73,35 poin atau 1,23 persen menjadi 6.025,43. Sementara, kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 bergerak naik 11,79 poin (1,19 persen) menjadi 995,93. Tercatat sepanjang tahun ini kenaikan IHSG sebesar 13,35 persen
Keputusan DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RUU APBN) Tahun Anggaran 2018 untuk disahkan menjadi undang-undang turut menjadi sentimen positif bagi IHSG.
"RAPBN disahkan membawa sentimen positif ke beberapa saham konstruksi. Saham Jasa Marga, Semen Indonesia, serta perbankan pun menguat. Saham-saham itu menopang indeks naik," kata Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee.
Selain itu, ujar dia, pelaku pasar juga tengah menanti Gubernur Bank Sentral AS (The Federal Reserve). Nama pejawat, yakni Jannet Yellen masih mengemuka sebagai kandidat kuat. "November awal sudah akan diputuskan. Tentu hal-hal itu dicermati pasar sehingga memengaruhi IHSG," tambah Hans.
Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan, kepercayaan investor domestik terhadap perekonomian Indonesia dan pasar modal dalam negeri tinggi. Hal itu ditunjukkan lewat penguatan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang menembus 6.000 pada Rabu (25/10) sore.
Direktur Utama BEI Tito Sulistio menilai, stabilnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp 13.570 per dolar AS berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI) per Rabu (25/10) ikut berkontribusi terhadap meningkatnya kepercayaan investor domestik terhadap perekonomian, khususnya pasar modal. Apalagi, laju inflasi pun terjaga di bawah empat persen per September 2017.
Menurut Tito, kinerja perusahaan yang tercatat positif pada kuartal ketiga turut menjadi salah satu faktor penguatan IHSG. Di sisi lain, Tito menyoroti aktivitas transaksi investor asing yang terus mencatatkan jual bersih sepanjang 2017, yakni secara year to date mencapai Rp 17,88 triliun.
"Aksi jual bersih yang dilakukan oleh investor asing justru diimbangi dengan aksi beli yang dilakukan oleh investor domestik. Dengan begitu, komposisi kepemilikan investor domestik atas saham-saham perusahaan yang tercatat di pasar modal terus meningkat," ujar Tito.
BEI mencatat, sepanjang tahun ini, investor domestik sudah menguasai 64 persen atau Rp 899 triliun nilai transaksi di BEI. Sedangkan, investor asing hanya 36 persen atau Rp 514 triliun.
"Ke depan, BEI optimistis jika terus mengembangkan literasi pasar modal, khususnya kepada investor ritel, maka pasar modal Indonesia akan semakin kuat," tegas Tito.
Sebagai informasi, tidak hanya IHSG menembus 6.000, nilai kapitalisasi pasar BEI kemarin juga menembus rekor tertingginya sepanjang masa, yakni di level Rp 6.666 triliun. Dengan nilai transaksi tercatat sebesar Rp 8,69 triliun serta volume transaksi kemarin sebesar 9,15 miliar unit saham dan frekuensi perdagangan 349,79 ribu kali transaksi.
(Editor: Muhammad Iqbal).