EKBIS.CO, PADANG -- Perekonomian Sumatra Barat (Sumbar) tumbuh 5,38 persen (year on year) pada kuartal III 2017 ini. Angka ini masih sedikit labih baik dibanding capaian pertumbuhan pada kuartal II 2017 lalu sebesar 5,32 persen (yoy). Sedangkan secara kuartalan, ekonomi Sumbar tumbuh 2,13 persen dan 5,23 persen secara kumulatif sepanjang tiga kuartal di 2017.
Tren penurunan produksi pertanian di Sumbar sebetulnya masih berlangsung hingga kuartal III. Namun kondisi ini tertolong oleh perbaikan kinerja perdagangan di sisi pengeluaran. Hasilnya, ekonomi Sumatra Barat masih mencatatkan pertumbuhan yang positif, meski cenderung stagnan.
Kepala Bidang Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar, Hefinanur, menyebutkan sejumlah kejadian mewarnai perekonomian di Tanah Minang sepanjang kuartal III 2017. Dilihat dari sisi lapangan usaha, misalnya, tercatat peningkatan produksi komoditas sawit. Tak hanya itu, terjadi peningkatan permintaan di sektor industri skala sedang hingga besar di Sumatra Barat.
Sektor transportasi juga mencatatkan pertumbuhan positif dengan peningkatan permintaan penerbangan, akibat libur sekolah, arus balik Lebaran 2017, dan musim haji. Pembayaran gaji ke-13 bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga dilakukan pada Juli 2017 lalu yang ikut mendorong konsumsi rumah tangga.
Selain itu, lanjut Hefina, rendahnya inflasi di Padang dan Bukittinggi menunjukkan adanya dorongan daya beli bagi masyarakat. Inflasi kuartal III 2017 di Kota Padang tercatat hanya 0,31 persen dan Bukittinggi 0,68 persen.
Kondisi ini sedikit banyak diyakini mempu menjaga konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, berbagai festival skala nasional dan internasional yang diadakan di Sumatra Barat sepanjang kuartal III 2017 juga ikut menyumbang konsumsi.
Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dialami oleh komponen jasa pendidikan yakni 8,49 persen. Kondisi ini didukung oleh adanya tahun ajaran baru dan serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang relatif meningkat menjelang akhir tahun.
Hal unik lainnya, pertumbuhan ekonomi Sumatra Barat juga ditopang oleh pesatnya pertumbuhan jasa hiburan, khususnya bioskop. BPS mencatat, sejak dibukanya bioskop XXI di pusat perbelanjaan Transmart, konsumsi mulai menggeliat.
Namun ada satu catatan. Meski Transmart dibuka, pertumbuhan konsumsi justru menyasar bioskop, bukan ritel.
Hefina melihat kondisi ini sejalan dengan fenomena yang terjadi skala nasional, yakni adanya pergeseran konsumsi dari yang sifatnya non-leisure (hiburan) ke konsumsi yang bersifat leisure.
"Masyarakat lebih memilih konsumsi yang bersifat hiburan. Ke mal pun, biasanya hanya melihat-lihat. Kalau mau benar-benar belanja, masyarakat memilih pasar tradisional," jelas Hefina di Kantor BPS Sumbar, Senin (6/11).
Dilihat dari sisi pengeluaran, kondisinya tak banyak berubah. Konsumsi rumah tangga di Sumatra Barat mampu tumbuh 4,29 persen (yoy) meski pada kuartal sebelumnya, konsumsi rumah tangga mampu menyentuh pertumbuhan 4,59 persen (yoy).
Hefina menjelaskan peningkatan konsumsi rumah tangga di Sumatra Barat didukung oleh sejumlah data, termasuk peningkatan penyaluran kredit konsumsi, penjualan barang kendaraan, dan banyaknya acara hiburan yang diselenggarakan di Sumatra Barat.
Peningkatan pertumbuhan juga terjadi di komponen investasi, dengan angka 2,83 persen. Pertumbuhan investasi didukung oleh peningkatan penyaluran kredit investasi oleh perbankan di Sumatra Barat. Pengadaan semen juga tumbuh 16 persen pada kuartal III 2017, memberi gambaran gencarnya investasi di Sumbar.
Sedangkan untuk kinerja perdagangan, ekspor tumbuh hingga 113,09 persen. Kondisi ini dilatari oleh bangkitnya industri sawit nasional. Sebaliknya, impor Sumatra Barat mengalami kontraksi hingga -3,45 persen akibat penurunan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk industri.