EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menegaskan hingga kini belum menerima laporan dari perusahaan penerbit uang elektronik maupun pemangku kepentingan lain tentang adanya transaksi keuangan mencurigakan, seperti pendanaan terorisme, pencucian uang, yang menggunakan uang elektronik (e-money).
"Tidak ada, kami sangat menjaga secara ketat untuk pengawasan sistem pembayaran," kata Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI, Ida Nuryanti, kepada Antara di Hotel Internanational Mid Plaza di Jakarta, Rabu (8/11).
Ida mengatakan Bank Sentral meminta perusahaan penyelenggara uang elektronik untuk menerapkan skema know your customer (KYC) dengan optimal, agar benar-benar mengetahui profil pengguna uang elektronik.
Menurut dia, setiap penyelenggara uang elektronik juga harus mematuhi Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 19/10/PBI/2017 tentang Penerapan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank dan Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank.
Peraturan itu, antara lain, menekankan tanggung jawab perusahaan alat pembayaran untuk mecegah tindak kejahatan melalui sistem pembayaran. "Di situ sudah jelas, dan kami awasi penerapan itu," ujarnya.
Ida menjelaskan BI dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah meningkatkan kerja sama untuk mencegah masuknya transaksi bermotif kejahatan dalam sistem pembayaran.
Selama ini, BI menerima laporan terkait transaksi nasabah dari perusahaan uang elektronik. Sementara untuk laporan transaksi mencurigakan (suspicious transaction), kata Ida, perusahaan uang elektronik harus memberikan laporan ke PPATK.
"BI juga punya fungsi untuk memeriksa ini perusahaan sudah lapor ke PPATK belum. Kalau belum, BI akan tegor dia," ujar dia.
Lebih lanjut, Ida mengklaim, saat ini regulasi sistem pembayaran di Indonesia sudah memadai. Saat ini, kata Ida, tim gabungan dari Asia Pasific Group on Money Loundering (APG) sedang melakukan penilaian atau "mutual evaluation review" terhadap yuridiksi Indonesia.
"Indonesia sudah punya sistem dan regulasi yang bagus. Mereka sedang menilai kita," ujarnya.