EKBIS.CO, BOGOR -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menemui perwakilan dari World Bank (Bank Dunia) yang berada di Indonesia. Pertemuan ini berlangsung di Istana Kepresidenan di Bogor, Selasa (21/11). Jokowi didampingi Menteri Koordinator Bidang Maritim Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kepala BKPM Thomas Lembong, Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Sementara dari pihak Bank Dunia dihadiri oleh Kepala Perwakilan World Bank Indonesia Rodrigo Chaves, Lead Economics Frederico Gil Sander, Program Leader for Human Development Camilia Holmemo, Program Leader of Equitable Growth, Finance, dan Institutions Yongmei Zhou, dan Operations Officer Steisiansari Mileiva.
"Terimakasih atas kedatangan yang mulia di Istana Bogor. Perekonomian Indonesia saat ini tumbuh dengan baik," kata Jokowi dalam sambutan awalnya.
Sebelumnya, Dewan Direksi Eksekutif Bank Dunia menyetujui pinjaman sebesar 300 juta dolar AS atau Rp 3,4 triliun pada 1 November 2017 kepada Indonesia. Utang baru ini dimaksudkan untuk membantu meningkatkan kualitas belanja pemerintah, administrasi pendapatan, dan kebijakan perpajakan.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A Chaves menyampaikan, melanjutkan kemajuan signifikan yang telah dicapai saat ini, reformasi fiskal perlu diteruskan agar Indonesia dapat memenuhi aspirasinya. Perencanaan dan penerapan kebijakan perpajakan dan belanja yang efektif dapat secara langsung dan tidak langsung meningkatkan taraf hidup keluarga miskin dan rentan.
''Dengan adanya sistem perpajakan yang lebih efisien dan adil akan memberikan sumber daya lebih baik kepada pemerintah untuk menyediakan layanan penting seperti kesehatan, bantuan sosial, dan infrastruktur,'' kata Chaves dalam keterangan tertulis, Jumat (17/11).
Rasio pendapatan terhadap PDB Indonesia merupakan salah satu yang terendah di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Kesenjangan pendapatan yang ada saat ini disebabkan oleh tingkat kepatuhan yang rendah. Hal ini juga disebabkan secara sebagian oleh rancangan kebijakan pajak yang kurang optimal sehingga terbatasnya basis pajak dan sulitnya pengelolaan.
Ekonom Utama Bank Dunia dan ketua tim untuk program ini, Hans Anand Beck, menyatakan tanpa reformasi besar dalam pengumpulan pendapatan, seiring dengan terus berlanjutnya harga komoditas yang moderat, maka rasio pendapatan terhadap PDB Indonesia mungkin akan tetap berada pada tingkat yang rendah. ''Hal ini akan sangat membatasi ruang fiskal untuk pembelanjaan prioritas pembangunan,'' kata Beck.
Pinjaman Reformasi Kebijakan Pembangunan ke-2 (Second Fiscal Reform Development Policy) mendukung reformasi pemerintah untuk memperbaiki pengumpulan pendapatan dengan memperluas basis pajak dan memperbaiki tingkat kepatuhan bagi pembayar pajak individu maupun perusahaan.
Pembuatan anggaran jangka menengah yang lebih banyak, proses pengadaan barang yang lebih dini, juga pemantauan belanja daerah akan mendukung efisiensi dan efektivitas belanja publik, termasuk untuk kesehatan, belanja modal infrastruktur, dan bantuan sosial.
Pembiayaan ini merupakan pinjaman ke dua dari tiga rangkaian pinjaman untuk mendukung reformasi fiskal Indonesia. Pinjaman pertama mendukung reformasi yang mencakup alokasi yang lebih besar untuk program bantuan kesehatan dan bantuan sosial, juga mengurangi pengecualian pajak pertambahan nilai (PPN) untuk beberapa barang konsumsi, dan telah membantu keluarga berpenghasilan rendah agar keluar dari kemiskinan.
Dukungan Bank Dunia bagi reformasi fiskal Indonesia merupakan komponen penting Kerangka Kemitraan Negara dari Grup Bank Dunia di Indonesia, yang memberi fokus pada prioritas pemerintah dengan dampak perubahan yang besar. Pinjaman kebijakan pembangunan ini dibangun berlandaskan reformasi fiskal yang didukung oleh program Bank Dunia lainnya yang terkait dengan pengelolaan keuangan publik.
Pinjaman ini disiapkan di bawah kerja sama dengan Pemerintah Prancis melalui Agence Franaise de Dveloppement.