EKBIS.CO, SURABAYA -- Fitri (20 tahun) sedang menata kue bistik ke dalam plastik untuk ditaruh di kaca pemajangan depan rumahnya. Fitri memang kebagian tugas untuk mengepak kue kering yang akan dijual untuk memenuhi pesanan pelanggan. Dia merupakan generasi ketiga dalam keluarganya yang sejak dulu menggeluti usaha pembuatan kue.
Fitri mengaku, setiap hari membantu ibunya membuat berbagai macam kue pesanan pelanggan. Selain itu, pemasaran kue yang dilakukan ibunya dilakukan dengan cara kerja sama dengan beberapa minimarket dan supermarket yang memajang jajanan pegiat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dari Kampung Kue.
"Ini usaha mulai nenek, turun-menurun dan diteruskan ibu, saya membantu saja. Di sini jualannya khusus kue bistik dan kitiran yang dibungkus. Kalau Lebaran, juga membuat kue kering, seperti nastar dan coklat karena banyak yang beli," kata Fitri saat ditemui Republika.co.id di halaman rumahnya di Rungkut Lor RT 04 RW 05 Gang 2, Kota Surabaya.
Di bagian luar rumah Fitri, terdapat sebuah display yang digunakan untuk memajang jajanan yang dijual. Sehingga, setiap orang yang melewati rumah yang juga dijadikan toko Kreasi Fitri tersebut bisa langsung mengetahui jajanan maupun kue yang dibuat pemilik rumah.
Menurut Fitri, usaha yang digeluti ibunya semakin berkembang setelah memakai gas bumi. Yang dimaksud berkembang, lanjut dia, hal itu lantaran biaya produksi yang dikeluarkan semakin sedikit, sehingga bisa dialihkan untuk biaya promosi dan pemasaran. Dia mengingat, ketika masih menggunakan gas melon, setidaknya sebulan bisa habis sekitar Rp 200 ribuan.
Belum lagi, ia harus kerepotan memasang selang gas ke kompor dan masih membeli ke toko sebelah dengan mengangkat di kedua tangannya. Hal itu jelas melelahkan dan dianggap Fitri tidak efektif.
Setelah jaringan gas masuk Kampung Kue beberapa tahun lalu, ibunya sempat belum tertarik menggunakannya. Namun, setelah mendapat pengakuan dari tetangganya sesama pedagang kue, akhirnya ibunya tertarik dan menjadi pelanggan PT PGN. "Ini pakai gas bumi baru dua tahunan, sebelumnya pakai gas melon (gas LPG 3 kg, Red). Bedanya, pakai gas bumi lebih irit bisa hemat 40-50 persen, karena kadang bulanan habis sekitar Rp 200 ribu, sehingga keuntungannya semakin banyak," kata Fitri.
Dari pengalamannya sehari-hari, Fitri merasa terbantu dengan keberadaan jaringan gas. Pasalnya, ketika ingin menyalakan kompor cukup dengan memutar keran gas dan api pun langsung nyala. Selama ini, ia juga belum pernah mendapati saluran gas yang dipakai mengalami gangguan. "Untuk keamanan? Ndak pernah bocor,
malah enak, tinggal buka keran menyala, tak pernah gangguan," ucap Fitri.
Ibu Fitri, Sumiatun mengatakan, ia setiap hari harus membuat kue untuk dijual kepada pelanggan sehingga membutuhkan bahan bakar cukup banyak. Karena harus menggunakan kompor secara terus-menerus, ia merasa terbantu dengan adanya fasilitas jaringan gas. Belum lagi, dengan memakai gas bumi, dapur di dalam maupun di depan rumah tidak meninggalkan bau.
Asap yang terbakar juga seolah tak meninggalkan bekas noda di dinding. Hal itu membuatnya menjadi merasa nyaman dan aman menggunakan gas setiap harinya. Sebenarnya dulu pakai LPG takut juga kalau ada berita tentang ledakan itu," ujar Bu Pri, panggilan para tetangga kepada Sumiatun.
Dia melanjutkan, hal terpenting adalah dengan terprediksinya pemakaian gas bumi membuat biaya produksi bisa ditekan. Menurut dia, dulu masih memakai gas melon, ia kadang tidak terasa harus berganti-ganti tabung ketika isinya habis. Dia pun kadang kurang telaten mencatat jumlah pemakaian gas melon. Dampak dari itu semua, tentu ia harus tetap meraih keuntungan setiap berjualan. Akhirnya, mau tidak mau ia membebankan itu semua dengan menaikkan harga jual kue.
"Saya jual kue ini selain di Surabaya, sampai ke Gresik dan Sidoarjo. Gas tabung ini kalau banyak dipakai, biaya produksi naik karena kadang jenis kue beda penanganan memasaknya. Belum lagi kue kering, seperti stick keju yang dalam satu hari masing-masing bisa berproduksi sampai 15 kg dan itu butuh gas besar," kata Sumiatun, yang mengaku sudah sering diwawancarai media terkait manfaat penggunaan gas bumi.
Menurut Sumiatun, kini usaga Kreasi Fitri yang digelutinya semakin berkembang dengan jumlah pemesanan yang bertambah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dengan ketersediaan gas bumi yang bisa digunakan kapan saja, ia merasa bisa memasak secara terus-menerus tanpa takut kehabisan gas dan membengkaknya pengeluaran untuk bahan bakar.
"Bagi saya, manfaat gas bumi ini sangat besar. karena setiap hari saya itu produksi. Bisa ratusan bahkan ribuan kue untuk dikirim keluar kota, jadi pas proses pembuatan harus tak ada hambatan dan ini berkat saluran gas bumi PGN," ujar Sumiatun. Dia menambahkan, kondisi itu jelas tidak dapat ditemukan saat masih menggunakan gas melon, lantaran ketika habis, proses produksi harus terhenti sebentar. Menurut dia, keadaan seperti itu sangat tidak diharapkan karena bisa berdampak pada kue yang harusnya matang dan dijual, malah rusak dan harus diganti yang baru.
Strategic Stakeholder Management PT PGN Distribusi Jawa Timur, Irfan Kurniawan mengatakan, para pelaku usaha di Kampung Kue merupakan satu dari beberapa lokasi yang sudah mendapat manfaat jaringan gas bumi. Berdasarkan hasil evaluasi dengan para ibu-ibu pelanggan gas yang kesehariannya berjualan kue, keberadaan jaringan gas sangat membantu usaha mereka.
Dia menuturkan, total pengguna di Surabaya saat ini mencapai 36.723 pelanggan, yang terdiri 70 pelanggan industri, 168 pelanggan komersial, dan 36.484 pelanggan rumah tangga. "Kampung Kue ini pertama dilayani gas pada 2010 oleh PT Petrogas Jatim utama selaku badan usaha milik daerah (BUMD) Jatim. Sejak November 2015, pengoperasian jaringan gas dikelola PGN," kata Irfan.