EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tetap membekukan keanggotaan di organisasi negara pengekspor minyak atau Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC). Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menjelaskan bahwa keputusan ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo.
"Kita sesuai arahan pak Presiden tetap 'freeze' dulu," ujar Arcandra, Kamis (8/12) malam.
Menurut Arcandra, pemenuhan kebutuhan minyak mentah untuk dalam negeri semata-mata didasarkan pada keekonomian dan harga yang paling baik. "Impor minyak, keputusan dilihat dari sisi komersial, not necessary kita harus dari (anggota) OPEC, selama harga ekonomis dan terbaik, kita bisa impor dari mana saja," ujarnya.
Pemerintah Indonesia, kata Arcandra, telah menyampaikan status keanggotaan ini melalui surat yang dilayangkan kepada OPEC. "Statusnya seperti apa adanya sekarang. Iya, kita ditawari sebulan yang lalu dan (sudah) kita jawab. Kita tetap pada kondisi untuk tetap di-freeze," kata Arcandra.
Dalam surat yang disampaikan Menteri ESDM Ignasius Jonan kepada Sekretaris Jenderal OPEC bulan lalu, Indonesia menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya atas undangan OPEC kepada Indonesia. Bagi Indonesia, OPEC memainkan peran penting dalam perekonomian dan kebijakan energi nasional. Namun, dengan memperhatikan berbagai pertimbangan, sepanjang kebijakan pemangkasan produksi minyak mentah (restriksi) dilakukan, Indonesia mengambil sikap untuk tidak menjadi anggota penuh OPEC.
Indonesia juga berharap untuk dapat melanjutkan keanggotaan OPEC pada waktunya dan secara aktif mengambil bagian dalam keseimbangan minyak global yang berkelanjutan di masa depan. Pemerintah Indonesia memutuskan untuk membekukan sementara keanggotaannya di OPEC. Keputusan ini disampaikan oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan dalam sidang ke-171 OPEC di Wina, Austria, 30 November 2016 lalu.
Langkah ini diambil pemerintah menyusul keputusan sidang OPEC yang memotong produksi minyak mentah di luar kondensat sebesar 1,2 juta barel per hari. Sidang OPEC juga meminta Indonesia untuk memotong sekitar 5 persen dari produksinya, atau sekitar 37 ribu barel per hari. Di sisi lain, kebutuhan pasokan minyak mentah untuk dalam negeri masih tinggi dan penerimaan migas masih dibutuhkan dalam APBN.