EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto mengatakan Pemerintah harus mempercepat penyelesaian pembentukan Holding Company (perusahaan induk) BUMN guna menciptakan efisiensi dan produktivitas perusahaan milik negara dalam menghadapi persaingan global.
"Dengan jumlah BUMN yang ramping, kemampuan korporasinya diharapkan lebih kuat secara aset, sehingga operasional perusahaan menjadi lebih lincah, lebih fokus dalam bisnis inti masing-masing sektor," kata Toto, di sela seminar Mengawal Holding BUMN, di Lembaga Management FIB UI, Salemba, Jakarta, Kamis (2/11).
Menurutnya, pembentukan holding BUMN merupakan suatu inisiatif value creation (penciptaan nilai) untuk mengubah komposisi pareto.
Managing Director Lembaga Management FIB Universitas Indonesia ini menambahkan bahwa dalam suatu penelitian, responden dunia usaha Indonesia paling tidak siap di ASEAN menghadapi integrasi pasar regional, kalah dibandingkan kesiapan Malaysia, Singapore, Thailand dan Vietnam.
"Dalam penelitian tersebut, isu utama yang dihadapi bisnis Indonesia adalah ketidaksiapan menghadapi pesaing Multi National Corporation (MNC), tingginya biaya logistik , kesulitan adaptasi menjadi perusahaan skala regional, serta terbatasnya international talent," ujar Toto.
Merujuk pembentukan holding BUMN pada Semen Indonesia, ia menjelaskan, bahwa perusahaan itu sukes go regional karena mampu memahami target pasar secara detil, due diligence secara akurat, adaptasi budaya serta penanganan post merger integration secara komprehensif.
"Mereka cukup menempatkan sekitar dua puluh eksekutif Indonesia untuk memimpin dan berkoordinasi dengan ratusan pegawai di pabrik Thang Long Cement Company (TLCC) di Vietnam. Itu satu contoh kongkritnya," kata dia.
Dalam Roadmap BUMN 2016-2019 dijelaskan, bahwa pemerintah akan mengurangi jumlah BUMN dari saat ini 188 menjadi 85 BUMN yang ideal dengan pembentukan beberapa Holding Company (HC) baru. Dengan penciptaan nilai yang terus meningkat, BUMN yang tersisa 85 perusahaan itu diharapkan bisa masuk dalam daftar Fortune 500.
"Masih ada waktu 2 tahun untuk merealisasikan roadmap tersebut, untuk menyebutkan target ini bukanlah target yang cukup ambisius," katanya.
Lebih lanjut, penulis buku Holding Company BUMN (2017) ini menerangkan, secara mekanisme bisnis, terbentuknya nilai tambah dari perusahaan induk memberikan dampak kekuatan keuntungan finansial, adanya pengembangan strategi, keterlibatan (sinergi) operasional, sharing resources, dan sinergi bisnis.
"Dalam konteks Indonesia kemampuan melakukan transformasi menjadi BUMN yang kompetitif tidak terlepas dari dukungan sektor regulasi," katanya.
Terkadang satu regulasi tidak sejalan dengan regulasi lainnya, misal ketentuan tentang BUMN sebagai aset negara yang dipisahkan sering dibenturkan dengan UU Tipikor termasuk yang mengatur privatisasi BUMN sangat birokratik.
Dalam kondisi keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah untuk memberikan penyertaan modal negara (PMN), maka hal ini tentu mengurangi kesempatan bagi BUMN untuk akses pendanaan dari pasar modal dan juga sekaligus mengurangi likuiditas bursa.