EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah mencatat kerugian ekonomi akibat menurunnya aktivitas pariwisata sebagai dampak peningkatan status awas Gunung Agung di Bali mencapai Rp 11 triliun.
"Kerugian Rp 11 triliun itu sejak berstatus awas pada 22 September 2017. Kerugian ekonomi ini terbesar dari sektor pariwisata dan turunannya," kata kata Kepala Pusat dan Informasi Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Jumat (22/12).
Ia mengatakan berdasarkan pernyataan Menteri Pariwisata Arief Yahya kerugian dari sektor pariwisata mencapai Rp 9 triliun sejak peningkatan status awas pertama pada September hingga Desember 2017. Sedangkan kerugian Rp 2 triliun pada periode yang sama disebabkan karena kredit macet yang dialami masyarakat Karang Asem karena tidak bisa bekerja dan harus berada di pengungsian.
Sementara sejumlah maskapai asing terutama dari Cina menunda penerbangan hingga Januari 2018. "Ini alasan pimpinan daerah meminta Otoritas Jasa Keuangan membantu menyesuaikan kembali waktu pembayaran kredit masyarakat yang terdampak erupsi Gunung Agung," ujar dia. Untuk mengatasi kondisi ini, menurut Sutopo, Presiden rencananya akan memimpin rapat terbatas bersama Wakil Presiden malam ini di Sanur, Bali.
Sutopo mengatakan status Gunung Agung masih sama yakni awas (level IV) untuk radius delapan hingga 10 kilometer dari puncak gunung. Selebihnya, Bali tetap aman untuk dikunjungi.
Ia mengatakan aktivitas gunung berapi yang memiliki ketinggian 3.142 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu akan tetap aktif selama Desember 2017 hingga 2018, sama seperti Gunung Sinabung di Sumatera Utara. Saat ini lava telah naik mengisi mangkok kawah, dengan material vulkanik mencapai 20 juta meter kubik (m3).
Meski demikian, menurut dia, jika ada letusan kali ini tidak akan sebesar 1963. Sedangkan jumlah pengungsi hingga saat ini mencapai 72.114 orang yang tersebar di 240 titik pengungsian.