EKBIS.CO, ACEH BESAR -- Pemerintah terus berusaha menghentikan peredaran dan produksi narkotika termasuk ganja. Padahal, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil ganja terbaik dunia, tepatnya ganja asal Aceh.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso mengatakan, perputaran bisnis narkotika berbagai jenis tak kurang dari Rp 250 triliun tiap tahunnya di Indonesia. "Ini luar biasa," katanya di Aceh, Jumat (22/12).
Untuk itu, pihaknya berani mengambil langkah berbeda. Bukan lagi pemusnahan secara sepihak lahan ganja dan menghukum para petaninya. Pemerintah mencoba pendekatan kesejahteraan ekonomi.
"Masalahnya itu ada di perut, kesejahteraan. Ini yang kita selesaikan, akar masalahnya," kata dia.
Menurutnya, para petani ganja sebenarnya tidak berniat untuk menanam ganja, melainkan dimanfaatkan kelompok maupun bandar narkoba untuk menanam ganja. Perputaran Rp 250 triliun pun tidak dirasakan petani. "Dia tidak menikmati (hasilnya). Dia tetap miskin," ujarnya.
Bersama Kementerian Pertanian, BNN pun berupaya mengubah komoditas tanam para petani ganja tersebut dengan tanaman alternatif, komoditas yang memiliki nilai ekonomis dan bermanfaat bagi mereka. Dalam tahap awal, perubahan pertanaman dilakukan di Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Bireuen dan Kabupaten Gayo Lues. Sebab, di tiga wilayah ini ganja tumbuh subur.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyambut baik program tersebut. Banyak keuntungan yang didapat terutama menjaga generasi masa depan dari pengaruh narkotika.
"Kalau generasi kita sampai kena narkoba, ini negeri kesulitan mencari pemimpin masa depan. Kita setop dari sekarang," tegas Menteri asal Sulawesi Selatan ini.
Ada sekitar 29 ribu hektare lahan pertanian di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Diperkirakan, ada lebih dari 900 hektare lahan yang ditanami ganja.
Lahan seluas 10 ribu hektare bahkan akan disiapkan pihaknya, dilengkapi dengan bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan), pupuk dan benih tanaman. Pada tengah pekan ini, bahkan Amran dan Budi Waseso melakukan pertanaman perdana jagung di lahan bekas tanam ganja Desa Lamteuba, Kecamatan Seulimeum, Kabupaten Aceh Besar. Ini merupakan salah satu daerah penghasil ganja terbesar.
"Petani di kabupaten Aceh besar tolong berhenti tanam ganja. Apapun tanaman akan diberikan Kementerian Pertanian gratis," ujar dia.
Ia pun optimis program ini bisa berjalan sukses. Hal tersebut tidak lepas dari pengalaman menghadapi kondisi sulit berupa el nino 2015 dan la nina 2016. Sebelumnya, padi maupun jagung telah ditanam di lahan seluas 25 juta hektare yang berdampak pada swasembada.
"Jadi kalau seribu hektare atau sepuluh ribu hektare tidak masalah. Sangat ringan," katanya. Namun, yang terpenting adalah komitmen dan sinergi antarlembaga.
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mengatakan, langkah pemberdayaan alternatif ini bukan kali pertama dilakukan. Sebelumnya mereka yang terlibat produksi ganja diberdayakan pada bidang kuliner, perbengkelan dan sebagainya sehingga bisa beralih ke usaha yang lebih positif.
Langkah tersebut sudah diterapkan di Aceh, khususnya di lokasi pedesaan yang masyarakatnya akrab dengan ganja. "Dengan mendekatkan mereka pada ekonomi produktif diharapkan bisa melepaskan mereka dari bisnis tersebut," ujar dia.
Pertanian menjadi program pemberdayaan paling ideal untuk diterapkan di Provinsi Indonesia paling barat ini. Sebab kawasan pedesaan yang selama ini banyak ditanami ganja umumnya adalah kawasan dengan lahan subur.
"Kalau ganja diubah menjadi komoditas lain tentu akan sangat membantu masyarakat," ujarnya.
Sebanyak 864 orang dengan 760 hektare lahan di Aceh Besar telah menerima program pemberdayaan dari BNN Aceh. Lahan-lahan tersebut, kata dia, dulunya digunakan untuk menanam ganja. Namun kini dialihfungsikan dengan menanam 20 jenis tanaman alternatif.