EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat ekonomi pertanian Dwi Andreas menilai tingginya harga sejumlah komoditas pangan pada akhir tahun ini terjadi karena pemerintah salah melakukan antisipasi. Pada kasus telur, ia menjelaskan, penyebabnya karena harga pakan ternak yang naik.
"Harga pakan ini meningkat akibat kebijakan pemerintah menghentikan impor jagung," ujarnya.
Andreas -- yang juga menjadi salah satu guru besar di IPB ini mengatakan, Indonesia belum mampu melepas ketergantungan terhadap jagung impor. Sehingga, ketika keran impor jagung ditutup, dampaknya pada kenaikan harga komoditas lain.
Selain karena impor jagung, pakar bioteknologi tanah dan genetika molekuler ini menyebut, melonjaknya harga juga terjadi karena dampak dari kondisi sebelumnya saat terjadi kelebihan suplai telur. Karena suplai tinggi namun permintaan tetap, akibatnya harga telur sempat anjlok beberapa waktu lalu. Pemerintah akhirnya berusaha membatasi produksi tersebut. "Akibat pembatasan itu, dampaknya baru terasa saat ini," kata Andreas.
Berdasarkan pantauan yang dilakukan Kementerian Perdagangan di Pasar Grogol, Jakarta Barat pada Ahad (24/12), harga telur berada di level Rp 27 ribu per kilogram. Naik Rp 1.000 dibanding harga pada hari sebelumnya, yakni Rp 26 ribu per kilogram.
Di Pasar Wiradesa, Pekalongan, Jawa Tengah, rata-rata pedagang juga menjual telur ayam ras seharga Rp 27 ribu per kilogram. Padahal, sesuai dengan peraturan menteri perdagangan (Permendag) Nomor 27 Tahun 2017, harga acuan telur ayam ras yakni Rp 22 ribu per kilogram.