EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) berupaya mencegah pemalsuan uang pada 2017. Upaya itu meliputi preventif, preemtif, serta represif, atau melibatkan aparat penegak hukum. Hal itu berdampak pada rasio uang palsu menurun pada 2017.
Penurunan itu dari 13 lembar per satu juta Uang yang Diedarkan (UYD) pada 2016 menjadi 8 lembar per satu juta UYD per November 2017.
"Hal itu tidak terlepas dari peran polisi, media, dan lainnya sehingga kesadaran masyarakat mengenai ciri keaslian uang semakin tinggi," ujar Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Suhaedi di Gedung BI, Jakarta, Jumat (5/1).
Ia mengatakan BI juga melakukan edukasi kepada masyarakat melalui 329 kegiatan dengan total peserta sebanyak 90.488 orang. Ke depan, kata dia, BI akan terus melakukan edukasi. Tujuannya agar pemahaman masyarakat semakin bertambah. "Kenali uang rupiah oleh masyarakat. Itu penting untuk menjaga rupiah tetap baik," tutur Suhaedi.
Menurutnya penggunaan e-money yang semakin meningkat pada 2017 memang membuat masyarakat lebih efisien. Hanya saja, hal itu belum berpengaruh secara langsung terhadap penurunan peredaran uang palsu.
Pada kesempatan tersebut, Suhaedi menuturkan pada 2018 akan ada peningkatan kebutuhan uang kartal. Apalagi tahun ini akan menjadi tahun politik, namun menurutnya peningkatan pengedaran uang kartal lebih dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi nasional.
"Jadi dalam perhitungan kita, untuk menghitung pengedaran uang. Kita lihat asumsi makro seperti pertumbuhan ekonomi, lalu tingkat inflasi, dan nilai tukar," kata Suhaedi.
Ia berharap, ke depan bank sentral tetap bisa menyediakan kebutuhan uang tunai masyarakat. "Harapan kita dalam waktu yang tidak lama, semua kebutuhan uang di negara ini dengan mudah bisa dipenuhi baik dari sisi jumlah maupun pecahannya," ujarnya.