EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengkritik kebijakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang mengenakan cukai terhadap cairan rokok elektrik atau vape. Ia menyebut banyak potensi pendapatan dari cukai di sektor lain yang jauh lebih besar dari sekedar vape.
Bhima mengatakan, filosofi dari cukai adalah untuk pengendalian barang beresiko bagi kesehatan dan lingkungan. Ia menilai, asap kendaraan bermotor jauh lebih berbahaya bagi lingkungan manusia daripada vape maupun rokok konvensional. Namun, sampai saat ini pemerintah tidak memberlakukan cukai terhadap kendaraan bermotor.
"Kita hitung satu-satu. Berapa kalau pemerintah kenakan cukai lima persen saja kendaraan bermotor, kita bisa dapat Rp 6 triliun. Potensi cukai (kendaraan bermotor) triliunan rupiah, kenapa yang dikejar yang kecil-kecil," kata dia dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (27/1).
(Baca: Pengusaha Vape Keberatan dengan Cukai 57 Persen)
Bhima mengatakan, produk di Indonesia hanya ada tiga barang yang dikenai cukai yakni alkohol, etil alkohol dan tembakau. Obyek cukai yang hanya tiga ini paling sempit di Asia Tenggara, bahkan dunia. Dia menyebut, Thailand dan Singapura sudah ada delapan barang yang dikenai cukai.
"Kalau satu juta (cairan vape), itu setahun pemerintah dapat Rp 57 miliar dari 57 persen cukai yang ditetapkan. Itu pun datanya kan belum jelas. Tidak sebanding dengan kendaraan bermotor (jika cukai diberlakukan)," ujar dia.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan akan mengenakan tarif cukai untuk rokok elektrik atau vape mulai 1 Juli 2018. Cairan rokok elektrik sebagai produk hasil pengolahan tembakau (HPTL) dinilai sama bahayanya dengan rokok konvensional.