Rabu 31 Jan 2018 02:05 WIB

Ke London, Menkeu Kritisi AS dan Promosi Komodo Bond

Sri Mulyani juga mengomentari penurunan nilai tukar dolar AS yang disengaja.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Budi Raharjo
Menteri Keuangan Sri Mulyani
Foto: Republika/ Wihdan
Menteri Keuangan Sri Mulyani

EKBIS.CO, LONDON -- Amerika Serikat (AS) perlu menolak langkah perdagangan proteksinos yang dapat menghancurkan dunia. Termasuk menghancurkan kemajuan dalam mengurangi kemiskinan global.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya tetap optimistis jika tarif AS yang baru-baru ini mempengarui ekonomi besar Asia lainnya tidak akan berubah menjadi perang perdagangan yang ketat. Perdagangan terbuka merupakan penggerak besar dalam mengurangi kemiskinan selama 30 tahun terakhir. "Itulah mengapa Anda tidak ingin merusak dunia," katanya tentang proteksionisme AS.

Ia menambahkan, bisa jadi AS ingin mengoreksi satu atau dua hal tapi diharapkan Menkeu untuk tidak menghancurkan prestasi yang sudah luar biasa ini. "Dan itu bagus untuk Amerika Serikat dan bagus untuk dunia," kata dia.

Dalam kesempatan wawancara dengan Reuters, ia juga mengomentari penurunan dolar yang disengaja. Mata uang dominan di dunia ini mengalami penurunan terbesar sejak 2010-2011. Penurunan ini dipercepat pekan lalu ketika Menkeu AS Steve Mnuchin mengatakan bahwa kelemahan tersebut memiliki kelebihan.

"Dolar AS harus mencerminkan dasar-dasar ekonomi mereka. Ini tidak akan menjadi alat untuk meningkatkan daya saing mereka," ujar menteri berusia 55 tahun ini.

Mengacu pada isu proteksionisme perdagangan, ia melanjutkan, Menkeu yang akrab disapa Ani ini berharap America First tidak berarti Amerika Sendiri seperti yang dikatakan Presiden Donald Trump.

Untuk diketahui, sekitar 16 persen perdagangan Indonesia langsung dengan AS, meski juga memiliki eksposur tidak langsung melalui mitra dagang lainnya seperti Singapura dan Jepang.

Menkeu berada di London untuk membantu meluncurkan Komodo Bond kedua. Ini merupakan obligasi berdenominasi rupiah yang dijual di pasar utang internasional dan bukan di Jakarta. Pemilihan nama Komodo didasarkan kadal besar yang adalah hewan endemik Indonesia.

Obligasi ini berasal dari perusahaan infrastruktur dan pengadaan milik negara, Wijaya Karya yang mengumpulkan Rp 5,4 triliun sebagai bagian dari rencana pemerintah membuat perusahaan itu memperluas sumber pembiayaan mereka.

Dua perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lainnya diharapkan mengikuti jejak tersebut. Seperti diketahui, pemerintah mendorong BUMN untuk lebih menguntungkan dan memastikan perusahaan tidak terlalu memaksakan diri dengan melakukan terlalu banyak proyek besar yang juga banyak dilirik swasta.

Kemenkeu pun mengeluarkan peraturan baru yang akan mencegah BUMN atau anak perusahaannya mengikuti kontrak proyek infrastruktur senilai di bawah 40 juta dolar AS. Dalam kesempatan tersebut ia menambahkan, Indonesia saat ini tengah menggarap Green Sukuk dalam mata uang dolar AS.

"Saya pikir ini umpan balik yang sangat bagus dari investor obligasi dan kapan waktu yang tepat, kami akan membawa hal ini dengan ukuran dan struktur yang tepat," ujar dia.

Namun Ani enggan memastikan apakah akan diluncurkan dalam waktu dekat. "Kita lihat saja nanti," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement