EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia merilis posisi cadangan devisa (cadev) Indonesia akhir Februari 2018 sebesar 128,06 miliar dolar AS, turun 3,92 miliar dolar AS dibandingkan dengan posisi akhir Januari 2018 yang sebesar 131,98 miliar dolar AS. Ekonom Bank Central Asia, David Sumual, mengatakan, penurunan cadangan devisa tersebut sudah diduga oleh Bank Indonesia.
Hal itu sejak adanya isu reformasi pajak di Amerika Serikat, dan pertumbuhan upah melebihi ekspektasi. Selain itu, pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell yang menimbulkan spekulasi kenaikan Fed Fund Rate dari tiga kali menjadi empat kali pada tahun ini. Faktor tersebut menyebabkan mata uang regional melemah sampai pekan lalu. "Bank Indonesia mencoba stabilisasi rupiah. Mungkin yang terbesar tetap untuk intervensi," kata David saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (7/3).
Selain faktor intervensi, penurunan cadangan devisa juga diperkirakan karena kepemilikan asing di pasar obligasi turun sekitar Rp 32,5 triliun dari titik tertinggi pada pertengahan Januari sampai awal Maret 2018. Artinya, banyak pemegang obligasi asing yang melepas kepemilikannya. Faktor lainnya, cadangan devisa yang bersumber dari Surat Berharga Negara (SBN) valas juga digunalan pemerintah untuk operasional.
Meski demikian, David memperkirakan posisi cadangan devisa pada akhir Maret nanti akan mengalami kenaikan. Sebab, tambahan devisa dari penerbitan sukuk green bond belum masuk pada Februari. Dana sekitar 3 miliar dolar AS tersebut diperkirakan masuk pada Maret 2018. "Kalau tidak ada gejolak bisa nambah cadagan devisa. Harapannya tidak ada intervensi lagi," imbuhnya.
David menambahkan, transaksi pasar valas di Indonesia tipis, nilainya sekitar 4,5 miliar dolar AS sampai 5 miliar dolar AS per hari. Transaksi pasar valas di Asia Tengara rata-rata kecil, karena lebih banyak transaksi valas di Singapura. "Ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah dan Bank Indonesia untuk memperdalam transaksi finansial utamanya hedging di dalam negeri," imbuhnya.