EKBIS.CO, JAKARTA -- Sejumlah saham emiten batu bara melemah sejak kemarin. Kebijakan pemerintah menetapkan pengaturan harga Domestik Market Obligation (DMO) batu bara untuk kebutuhan pembangkit listrik memicu penurunan berbagai saham di sektor tersebut.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai pelemahan tersebut hanya sementara. "Saya bilang ada pengaruhnya ke pasar modal, namanya pasar modal memang begitu. Mereka selalu manfaatkan isu untuk menaikkan atau menurunkan harga," ujarnya kepada Republika.co.id, Kamis, (8/3).
Hanya saja, ia menegaskan pengaruhnya terhadap beberapa saham emiten batu bara tidak akan terlalu jauh dan tidak akan lama. "Karena menurut saya, kita punya deposito cukup besar dan yang dibeli untuk PLN (Pembangkit Listrik Negara) relatif tidak banyak," jelas Hariyadi.
Baca juga, Menteri Punya Wewenang Atur Harga Batu Bara.
Ia menjelaskan, inti dari peraturan DMO yakni untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Kemudian sisanya baru bisa diekspor. "Jadi pengaruhnya bersifat temporary saja. Habis itu naik lagi, ya tergantung harga dunia. Nggak akan efek lama, namanya komoditas memang seperti itu, harganya cepat naik dan cepat turun," tuturnya.
Lebih lanjut, kata dia, aturan DMO juga tidak berpengaruh terhadap investasi. "Ngaruh ke investasi kalau permintaan Rupiah menurut, tapi kalau seperti ini tidak pengaruh," tegas Hariyadi.
Sebagai informasi, siang ini saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) terpantau melemah hingga 3,7 persen atau 80 poin ke level 2.080 per lembar saham. Lalu saham PT Baramulti Suksessarana Tbk (BSSR) turun 0,36 persen atau 10 poin ke 2.780 per lembar saham. Saham PT Atlas Resources Tbk (ARII) juga melemah 4,4 persen atau 55 poin ke posisi 1.195 per lembar saham.