EKBIS.CO, JAKARTA -- Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menegaskan, beberapa tahun terakhir penggunaan energi di dunia sudah mulai beralih dari sumber energi fosil menuju sumber energi baru terbarukan (EBT).
Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian ESDM juga menyatakan keseriusannya dalam pengembangan EBT di Indonesia dengan menargetkan porsi EBT dalam bauran energi pembangkitan tenaga listrik pada 2025 mencapai 23 persen.
"Energi terbarukan menjadi sumber energi yang tumbuh paling cepat di dunia, dengan konsumsi meningkat rata-rata 2,3 persen per tahun antara tahun 2015, Indonesia bertekad untuk meningkatkan bauran energinya menjadi 23 persen pada tahun 2025", ungkap Arcandra melalui keterangan tertulisnya, Kamis (15/3).
Menurut data dari International Energy Outlook 2017, Arcandra menjelaskan lebih lanjut, apabila dibandingkan dengan energi fosil, konsumsi batubara sejak tahun 2000-an hingga saat ini tidak mengalami peningkatan yang signifikan, malah semakin lama akan digantikan oleh sumber energi nonfosil lain. Di antaranya seperti gas bumi, dan energi terbarukan serta tenaga nuklir (khususnya di China) untuk pembangkit tenaga listrik.
"Sebagai ilustrasi, Cina negara yang selama ini konsumsi batubaranya terbesar di dunia, namun penggunaan batubara diproyeksikan akan menurun sebesar 0,6 persen per tahun dari tahun 2015 sampai 2040", jelas Arcandra.
Sejauh ini sumber EBT yang mendominasi dikembangkan di dunia adalah energi matahari dan angin, yang mampu menyumbang sekita 226 miliar dolar AS di seluruh dunia pada 2016, atau sekitar 90 persen dari investasi di sektor EBT. Namun sayangnya, negara-negara maju yang masih mendominasi untuk pengembangan investasi energi terbarukan dibandingkan dengan negara berkembang.
Arcandra juga menjelaskan bahwa Indonesia sebagai negara berkembang terus menelurkan kebijakan yang mendukung iklim investasi di sektor ESDM dan juga memprioritaskan penggunaan sumber daya EBT.
"Indonesia bertekad untuk meningkatkan bauran energinya menjadi 23 persen pada tahun 2025. Sampai tahun 2017, porsi EBT dalam bauran energi masih 8,43 persen, ada celah sekitar 15 persen. Kesenjangan ini harus diisi melalui reformasi kebijakan untuk memberdayakan lebih banyak EBT dalam skala ekonomi dan harga yang terjangkau", pungkasnya.