EKBIS.CO, Diasuh Oleh: DR ONI SAHRONI MA, Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamualaikum wr wb
Saya ingin berinvestasi kepada sahabat saya seorang pebisnis. Bolehkah saya mensyaratkan bagi hasil dengan syarat balik modal dan keuntungan? Mohon penjelasannya.
Ahmad (Bekasi)
Waalaikumussalam wr wb
Pemilik modal (investor) tidak diperkenankan berinvestasi dengan syarat balik modal dan untung. Hal ini sebagaimana fatwa DSN MUI Nomor 105/DSN-MUI/X/2016 tentang jaminan pengembalian modal dalam akad mudharabah, musyarakah, dan wakalah bil istitsmar.
Akad mudharabah adalah kerja sama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (malik, shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak kedua (‘amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai nisbah yang disepakati dalam kontrak.
Sedangkan, kerugian ditanggung oleh shahib al-mal. Pengelola tidak wajib mengembalikan modal usaha secara penuh pada saat terjadi kerugian kecuali kerugian karena ta’addi, tafrith, atau mukhalafat al-syuruth. Pemilik modal juga tidak boleh meminta pengelola untuk menjamin pengembalian modal.
Ta'addi adalah melakukan sesuatu yang tidak boleh/tidak semestinya dilakukan. Taqshir adalah tidak melakukan sesuatu yang semestinya dilakukan. Adapun mukhalafat al-syuruth yaitu melanggar ketentuan-ketentuan (yang tidak bertentangan dengan syariah) yang disepakati pihak-pihak yang berakad.
Hal ini sebagaimana konsensus seluruh ulama fikih bahwa akad bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah adalah akad yang didesain atas saling percaya (akad amanah). Pengelola (mudharib) adalah pihak yang dipercaya (amin) sebagai wakil investor yang mengelola modal tersebut.
Kekhasan ini yang melahirkan kekhasan kedua, yaitu sama-sama untung dan sama-sama rugi. Oleh karena itu, jika terjadi kerugian bukan karena lalai atau wanprestasi pengelola, seluruh kerugian ditanggung oleh investor karena pengelola telah berkontribusi tenaga dan pikirannya. Investor kehilangan modal dan pengelola kehilangan waktu dan sejenisnya. Akan tetapi, sebaliknya, jika kerugian terjadi karena lalai atau wanprestasi pengelola, ia harus mengganti dan mengembalikan modal kepada investor.
Ketentuan hukum tersebut berdasarkan beberapa dalil, salah satunya hadis Rasulullah SAW yang berbunyi “Manfaat (didapatkan oleh seseorang) disebabkan ia menanggung risiko.” (HR Tirmidzi). Kaidah fikih menjelaskan, “Risiko berbanding dengan manfaat.” Penegasan para ulama, “Mensyaratkan kewajiban memberikan penjaminan oleh al-amin (mudharib, mitra, wakil) adalah tidak sah (batal).” (al-Bahr al-Ra’iq//, 7/274).
Hal ini juga sebagaimana ditegaskan dalam standar syariah AAOIFI, “Akad mudharabah termasuk akad amanah dan pengelola itu amin (terpercaya) terhadap modal usaha yang dikelolanya. Kecuali jika pengelola terbukti melanggar kesepakatan atau teledor dalam mengelola usahanya, ia harus mengganti modal usaha karena pengelola mengelola dana pihak lain dengan seizinnya.
Pada prinsipnya, seorang amin tidak bertanggung jawab terhadap setiap kerugian usaha yang dikelolanya (al-Ma’ayir asy-Syar’iyyah, AAOIFI, Bahrain, hlm 385 nomor 4/4). Juga Keputusan Lembaga Fikih OKI, “Tidak boleh mensyaratkan mudharib untuk menjamin modal. Jika dipersyaratkan baik secara tersurat ataupun tersirat, maka syarat untuk menjamin modal adalah batal dan mudharib berhak atas keuntungan wajar (ribh al-mitsl).” (Keputusan Lembaga Fikih lnternasional OKl, nomor 30 (4/5).
Di sisi lain, jika pemilik modal membutuhkan jaminan atas keseriusan atau khawatir terjadinya moral hazard yang dilakukan pengelola, pemilik modal boleh meminta komitmen tertentu sebagaimana dijelaskan Fatwa DSN MUI Nomor 105/DSN-MUI/X/2016; Pengelola boleh menjamin pengembalian modal atas kehendaknya sendiri tanpa permintaan dari pemilik modal, dan pemilik modal boleh meminta pihak ketiga untuk menjamin pengembalian modal. Wallahu a'lam.