Selasa 24 Apr 2018 17:02 WIB

Chatib: Kebijakan Pemerintah Bisa Kian Lemahkan Rupiah

Chatib menilai ada kecenderungan pemerintah mulai mengatur harga.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri

EKBIS.CO, JAKARTA -- Rupiah terus mengalami tekanan dan mendekati level Rp 14 ribu per dolar AS.  Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri turut menilai, tekanan terhadap rupiah tidak hanya terjadi akibat faktor eksternal, tapi bisa juga akibat kebijakan domestik.

"Selama tidak ada kepanikan di domestik, pelemahan rupiah terhadap USD (dolar AS) ini normal. Tapi bila dikombinasikan dengan berbagai policy yang bisa membuat investor khawatir, seperti price control, risiko over leverage BUMN, contingent liabilities, pressure terhadap rupiah akan makin kuat," ujar Chatib melalui akun Twitter @ChatibBasri pada Selasa (24/4).

 

Baca juga, Perbankan Waspadai Nilai Tukar Rupiah.

Ketika dihubungi Republika.co.id, Chatib menjelaskan, saat ini ada kecenderungan pemerintah mulai mengatur harga. Ia mencontohkan, hal itu seperti pada produk-produk pertanian, menurunkan tarif jalan tol secara tiba-tiba, menetapkan harga beli batu bara, menetapkan harga  bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi, dan tidak melakukan penyesuaian harga BBM dan listrik.

"Hal-hal ini dilihat sebagai ketidakpastian dan risiko bagi dunia usaha karena setiap waktu pemerintah bisa menentukan harga. Ketidakpastian seperti ini bisa mendorong modal keluar," ujar Chatib.

Selain itu, utang BUMN yang terlalu besar juga akhirnya bisa membebani APBN. Hal itu pun dinilai sebagai salah satu faktor yang bisa menekan rupiah.

Chatib menilai, Bank Indonesia perlu mengambil langkah untuk menjaga tingkat defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD). Ia menekankan, BI perlu lebih mementingkan untuk menjaga stabilitas ketimbang mengejar pertumbuhan ekonomi.

"Sejauh ini CAD normal. Namun bila CAD terus meningkat, dan the Fed mempercepat kenaikan bunga, maka stability over growth menjadi penting. Implikasinya tidak bisa berharap ekspansi moneter," ujarnya.

Ia menyoroti pelonggaran kebijakan BI dengan menurunkan tingkat suku bunga acuan belum mampu meningkatkan laju pertumbuhan kredit perbankan."Bunga sudah diturunkan 8 kali, toh pertumbuhan kredit tak meningkat banyak. Undisbursed loan masih tinggi. Ini menunjukkan soal kita adalah permintaan yang lemah dan confidence. Karena itu peran dari fiskal menjadi penting," ujar Chatib.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement