EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Ammana Fintek Syariah menyediakan solusi berwakaf secara digital. Hal tersebut untuk mengakomodasi tingginya potensi wakaf di Indonesia.
CEO dari Ammana Fintek Syariah, Lutfi Adhiansyah, mengatakan Indonesia menyimpan potensi wakaf besar yang dapat dikembangkan ke arah sektor produktif. Besarnya potensi wakaf di Indonesia yang belum dikelola dan diberdayakan secara profesional. Karenanya, masih diperlukan perhatian dari pemerintah dan seluruh lembaga yang bergerak di sektor pengembangan ekonomi syariah.
"Kehadiran Ammana Fintek Syariah di tengah-tengah masyarakat Indonesia diharapkan dapat menjadi solusi berwakaf yang lebih mudah dan terpercaya. Karena seluruh kegiatannya dilaksanakan dalam platform digital," kata Lutfi dalam acara soft-launching Ammana di Menara 165 Jakarta, Senin (15/4).
Ammana menjadi perusahaan teknologi finansial (fintech) penyedia platform investasi peer-to peer (P2P) lending Syariah pertama di Indonesia. Ammana telah diresmikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 23 Desember 2017.
Menurut Lutfi, Ammana memiliki visi untuk memberi kemudahan bagi pemodal dan agar masyarakat dapat mengambil bagian dalam investasi dunia yang berkah akhirat. "Ammana hadir untuk memudahkan kolaborasi pendanaan usaha secara digital yang menguntungkan dan berkah bagi masyarakat, terutama di Indonesia," ujar Lutfi.
Sejak efektif beroperasi hingga saat ini Ammana telah menjangkau lebih dari seribu pengguna organic (organic users) dan 420 investor dengan perputaran uang mencapai lebih dari Rp 1 miliar. Meski tergolong baru, Ammana optimistis terhadap animo masyarakat Muslim di Indonesia untuk dapat berwakaf dan membantu sesama melalui Ammana. "Insya Allah, melalui Ammana mudah-mudahan lebih banyak lagi masyarakat yang merasa terbantukan, dan ibadah wakaf dapat dilaksanakan dengan lebih baik," imbuh Lutfi.
Advisor komite strategis dan pusat riset OJK, Ahmad Buchori, mengatakan, Indonesia menempati pisisi ke-7 dalam top 10 Islamic Finance Aset dengan total aset Rp 81,83 miliar dolar AS. Indonesia berada di bawah Iran, Arab Saudi, Malaysia, Uni Emirat, Kuwait dan Bahrain. Sebelumnya, Indonesia berada pada posisi peringkat ke-9.
Per Februari 2018, total aset keuangan syariah Indonesia, tidak termasuk saham syariah, mencapai Rp 1.117,88 triliun atau 81,56 miliar dolar AS. "Pangsa pasar keuangan syariah sudah lebih dari lima persen, tepatnya 8,22 persen dari industri keuangan secara nasional. Dan perbankan syariah juga sudah di atas lima persen," kata Ahmad Buchori.
Saat ini, terdapat 50 perusahaan fintech P2P Lending yang terdaftar di OJK. Terdiri atas 49 konvensional dan satu syariah. Ke depan, lanjutnya, kehadiran fintech dan layanan digital akan mewarnai perkembangan keuangan di dunia. "Industri syariah harus beradaptasi dan mengambil peran lebih besar dengan kehadiran fintech ini," ucap Buchori.
Buchori meminta agar perusahaan fintech semakin berkontribusi dalam meningkatkan penggalangan dan penyaluran dana wakaf. Sehingga potensi dana wakaf dan ziswaf (zakat, infak, shodaqoh) dapat segera diwujudkan untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat.
Sejak 14 tahun yang Ialu, Pemerintah telah menaruh perhatian lebih tentang kondisi wakaf di Indonesia melalui dibentuknya Badan Wakaf Indonesia (BWI). BWI diberikan mandat melakukan pembinaan terhadap nazir dalam mengelola dan mengembangkan harta wakaf sehingga bisa dimanfaatkan menjadi produktif.
Untuk memfokuskan wakaf ke arah yang lebih produktif, BWI meluncurkan Forum Wakaf Produktif (FWP). FWP beranggotakan lembaga-lembaga dan organisasi non-pemerintahan yang diharapkan mampu meningkatkan pemahaman masyarakat Indonesia tentang wakaf serta mendorong wakaf menjadi salah satu penggerak ekonomi negara.
Wakil Dewan Pembina Masyarakat Ekonomi Syariah, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, menyatakan apresiasi dan dukungan terhadap Ammana dalam mendorong penhimpunan wakaf produktif melalui inovasi platform fintech syariah. "Kami mengapresiasi kehadiran Ammana di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Dunia perwakafan diharapkan akan semakin berkah dan kesejahteraan masyarakat lokal maupun global dapat meningkat," terang Moeldoko.
Menurut Moeldoko, potensi wakaf masih terbuka lebar di Indonesia. Apalagi dengan kehadiran fintech, maupun crowdfunding. "Dengan berbagai inovasi, wakaf-wakaf yang ada di Indonesia akan memberikan kontribusi terhadap pembangunan nasional. Baik sumbangan wakaf dalam bentuk cash maupun aset," ujarnya.
Moeldoko menyatakan, ke depan minat masyarakat semakin bagus dalam berwakaf. Terlebih dengan adanya berbagai inovasi yang memudahkan orang berwakaf melalui gawai. Namun, dia menilai masih perlunya sosialisasi karena perkembangan ekonomi syariah masih rendah di Indonesia. "Ini menjadi komitmen bersama," ujarnya.