EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencatat, jumlah iuran Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) mencapai Rp 74,25 triliun di 2017. Hanya saja, total klaim atau pengeluaran badan tersebut mencapai Rp 84 triliun pada tahun lalu.
Maka bila dihitung, ada selisih sekitar Rp 10 triliun antara pendapatan dan pengeluaran. Direktur Keuangan BPJS Kesehatan Kemal Imam Santoso menyatakan, angka itu tidak bisa disebut defisit, sebab tidak semua klaim dibayarkan pada 2017.
"Kita menggunakan anggaran berimbang, tidak semua klaim jatuh di tahun sama. Jadi begini, Rp 84 triliun itu harus kita bayar, tapi jatuh temponya nggak pada tahun sama semua. Jadi ada yang dibawa ke 2018. Itu bisa dilihat di laporan keuangan 2018," ujar Kemal kepada wartawan di Jakarta, Rabu, (16/5).
Ia menjelaskan, ada beberapa penyebab tingginya angka klaim tersebut. Pertama, jumlah orang sakita semakin banyak dan tidak terprediksi waktunya, dan kedua, bagaimana perusahaan bisa menjamin para peserta untuk mendapatkan manfaat sama.
"Ketiga, pihak faskes dibayar sesuai jumlah klaim dan waktu. Pak Dirut sudah katakan urusan defisit dan kurang, urusan kami dan pemerintah," tegasnya.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menambahkan, sebenarnya BPJS Kesehatan memakasi terminologi miss and match. "Jadi kalau berbasis iuran dengan pengeluaran, ini kemudian kita perbaiki dengan pendekatan anggaran berimbang. Jadi kita menghindari istilah defisit," tuturnya pada kesempatan serupa.
Maka, ia menegaskan, setiap tahun tidak ada defisit pada kinerja BPJS Kesehatan. Hal itu karena, semua masuk ke dalam konsep anggaran berimbang.
"Transaksi berjalan itu pada akhir tahun semua ditutup dan itu komitmen pemerintah. Jadi buat kami, pelayanan ke masyarakat tidak boleh berhenti. Baik itu kualitas layanan dengan mutu bagus maupun kendali biaya sesuai prinsip-prinsip yang harus dilakukan," jelas Fachmi.
Lebih lanjut, kata dia, persoalan keuangan internal akan diselesaikan BPJS Kesehatan bersama Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan. "Jadi di akhir tahun, pelayanan sesuai dengan keseimbangan anggaran yang sudah ditagih," tambahnya.