EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) dalam waktu dekat akan merilis metode penelitian dan data baru terkait pangan. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mendukung upaya BPS yang akan menyediakan data tunggal terkait pangan.
Ia memastikan Kementerian Perdagangan akan merujuk pada data tersebut dalam setiap pengambilan keputusan. "Satu-satunya data adalah dari BPS," ujar Mendag, di kantornya, Rabu (23/5).
Menurut Enggartiasto, data pangan terakhir yang menggambarkan kondisi pangan di Indonesia dikeluarkan pada tahun 2015. Karena itu, ia menilai sudah seharusnya ada pembaruan data.
Simpang siurnya data terkait pangan menjadi salah satu persoalan yang tengah dihadapi Indonesia. Hal ini juga menjadi sorotan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Berdasarkan audit BPK, ketidakakuratan data pangan membuat keputusan impor menjadi tak tepat.
BPK mengungkapkan, persetujuan impor beras yang diterbitkan pemerintah sepanjang 2015 hingga semester I 2017 tidak sesuai dengan kebutuhan di dalam negeri. Audit BPK menemukan bahwa pada 2016 kebutuhan beras nasional sebanyak 46,142 juta ton.
Sementara, produksi dalam negeri mencapai 46,188 juta ton. Artinya, ada selisih surplus sebanyak 46 ribu ton. Tapi, pada tahun tersebut pemerintah justru menerbitkan persetujuan impor sebanyak 1.000.200 ton.