Rabu 30 May 2018 07:31 WIB

Peneliti Indonesia Raih Penghargaan dari FAO

70 persen tanah Indonesia mempunyai kandungan bahan organik tanah rendah

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Esthi Maharani
FAO
Foto: fao.org
FAO

EKBIS.CO, BEIJING -- Peneliti Indonesia menerima penghargaan Influential Figures on Soil Conservation oleh Badan Pangan dan Pertanian PBB atau Food and Agriculture Organization (FAO), dan Kemitraan Global Pertanahan, atau Global Soil Partnership (GSP). Dr. Yiyi Sulaeman, peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) menerima penghargaan dalam Simposium Internasional bertajuk Kesehatan Tanah dan Pembangunan Berkelanjutan (Soil Health and Sustainable Development) di Beijing, Cina beberapa waktu lalu.

"Award ini saya persembahkan untuk segenap petani kita yang menerapkan paket teknologi, para peneliti yang menciptakan paket teknologi dan para pimpinan kita melalui kebijakan dan dukungannya untuk kemajuan pertanian ini," katanya.

Yiyi yang menjadi pembicara kehormatan menyampaikan pemikirannya terkait strategi manajemen implementasi guna meningkatkan bahan organik tanah di wilayah agroekosistem tropis dengan acuan utama Indonesia. "Tujuh puluh persen tanah Indonesia mempunyai kandungan bahan organik tanah rendah," katanya melalui siaran pers.

Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian telah merampungkan peta karbon organik tanah pada dalam rangka implentasi GSP. Dari peta itu lahan-lahan pertanian umumnya mempunyai kadar karbon organik yang rendah. Tanah dengan kadar karbon organik kurang dari dua persen tergolong rendah, menggolongkan tanah tersebut sebagai tanah sakit.

Penyebab utama tanah sakit karena secara alami tanah di wilayah tropis mempunyai laju pelapukan bahan organik yang lebih cepat akibat suhu yang lebih panas, penambahan bahan organik yang rendah dan kehilangan humus yang terjadi akibat erosi. Lahan pertanian Indonesia dibagi menjadi delapan agroekosistem, yaitu sawah irigasi, sawah tadah hujan, lahan kering masam, lahan kering iklim kering, lahan rawa lebak, lahan rawa pasang surut, lahan sayuran dataran tinggi dan lahan perkebunan.

"Setiap agroekosistem ini mempunyai tantangan tersendiri baik dari aspek fisik lahan, aspek sosial, maupun aspek infrastuktur pertanian," ujar dia.

Pemerintah pun terus berupaya menjawab tantangan ini melalui kebijakan untuk penerapan pengelolaan tanah berkelanjutan bagi setiap agroekosistem. Menurutnya, pengalaman implementasi dari setiap strategi menjadi pembelajaran berharga bagi delegasi yang hadir pada acara tersebut yaitu dari Bangladesh, Cina, Jepang, Laos, India, Thailand, Korea Selatan, Nepal, Filipina, Mongolia, Italia, Brasil, Sepanyol dan Rusia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement