EKBIS.CO, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Selasa dibuka melemah sebesar 27,49 poin menjadi 5.831,6 seiring dengan pelemahan bursa saham regional Asia.
IHSG dibuka melemah sebesar 27,49 poin atau 0,47 persen ke posisi 5.831,6. Sementara, kelompok 45 saham unggulan atau LQ45 bergerak turun 6,94 poin (0,76 persen) menjadi 911,86.
"Pergerakan bursa saham Asia cenderung berbalik melemah seiring masih ada kekhawatiran akan terjadi perang dagang antara Cina dan AS," kata Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada di Jakarta, Selasa (26/6).
Baca juga, Rupiah Kembali Melemah, Ini Penjelasan Sri Mulyani.
Sejumlah bursa regional Asia pada hari ini memang bergerak turun, di antaranya indeks Nikkei turun 154,04 poin (0,69 persen) ke 22.184,11, indeks Hang Seng turun 452,83 poin (1,56 persen) ke 28.508,56, dan Straits Times melemah 22,7 poin (0,7 persen) ke posisi 3.238,14.
"Reaksi negatif muncul setelah Presiden Trump yang kembali berulah dengan mengancam adanya serangkaian tindakan pengetatan impor dari luar AS jika sejumlah negara rekanan dagang AS tidak mengakhiri semua hambatan," ujar Reza.
Pada awal pekan, IHSG sempat mengalami pelemahan di awal sesi melanjutkan penurunan sebelumnya. Namun, pada akhirnya IHSG mampu kembali bertengger di zona hijau.
Adanya rilis neraca perdagangan bulan Mei yang kembali mencatatkan defisit lebih besar dari bulan April membuat laju rupiah kembali melemah kemarin, tetapi tidak menghalangi IHSG kembali ke zona positif.
Pada Senin (25/6) lalu, asing mencatatkan jual bersih Rp 815,49 miliar dari sebelumnya jual bersih Rp969,62 miliar. IHSG pada Selasa ini diperkirakan akan berada di kisaran 'support' 5.821-5.838 dan resisten 5.874-5.894.
Rupiah melemah
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa (26/6) pagi bergerak melemah sebesar 6 poin menjadi Rp14.165 dibanding posisi sebelumnya Rp14.159 per dolar AS.
Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada di Jakarta, mengatakan, depresiasi rupiah dipicu sentimen dari dalam negeri yaitu rilis neraca perdagangan Mei yang kembali mencatatkan defisit lebih besar dari bulan sebelumnya.
"Pergerakan rupiah cenderung berbalik melemah seiring dengan respons negatif atas meningkatnya defisit neraca perdagangan Indonesia yang mencapai 1,52 miliar dolar AS," ujar Reza.
Di sisi lain, lanjut Reza, meski laju euro terlihat menguat dibandingkan dengan dolar AS. Namun hal itu tidak cukup kuat mengangkat rupiah karena sentimen neraca perdagangan tersebut. "Bahkan masih ada sentimen dari rencana pelonggaran LTV juga tidak cukup kuat mengangkat rupiah," kata Reza.