EKBIS.CO, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mendesak Arab Saudi untuk meningkatkan produksi minyaknya guna memerangi kenaikan biaya bahan bakar. Dalam sebuah cicitan di akun Twitter pribadinya, Trump mengaku telah meminta Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud untuk meningkatkan produksi minyak hingga dua juta barel per hari.
"Harga minyak tinggi! Dia telah menyetujuinya!" tulis Trump, seperti dilaporkan laman BBC. Ia mengatakan langkah itu diperlukan karena adanya gejolak dan disfungsi produksi minyak di Iran dan Venezuela.
Harga minyak telah naik pekan lalu, sebagian karena rencana AS untuk menerapkan kembali sanksi terhadap Iran, salah satu produsen minyak utama dunia. Kelompok negara produsen minyak OPEC telah setuju untuk meningkatkan produksi, seperti yang dilakukan Rusia, tetapi masih gagal untuk meyakinkan pasar.
Kantor Berita Saudi mengatakan Trump dan Raja Salman telah berbicara melalui telepon untuk membahas beberapa rincian. Mereka juga dilaporkan telah membicarakan kebutuhan untuk menjaga stabilitas pasar minyak.
Namun pernyataan itu tidak menegaskan Arab Saudi telah menyetujui angka kenaikan produksi dua juta barel per hari. Para pengamat mengatakan kepada The Wall Street Journal, Arab Saudi mungkin tidak akan tertarik untuk memenuhi permintaan Trump.
Arab Saudi adalah pengekspor minyak terbesar dunia dan telah menghasilkan sekitar 10 juta barel minyak per hari pada Mei lalu. Negara ini memiliki kapasitas cadangan antara 1,5 juta hingga dua juta barel per hari.
"Arab Saudi tidak benar-benar ingin melampaui 11 juta barel per hari dan tidak berniat memperluas kapasitas produksinya saat ini. Hal itu akan mahal," kata seorang pejabat Saudi.
Trump telah berulang kali mengkritik OPEC meskipun Arab Saudi adalah anggota intinya. Pada 20 April, dia menulis di akun Twitter pribadinya bahwa harga minyak sangat tinggi dan hal tersebut ini tidak baik dan tidak akan diterima!
Iran, anggota OPEC lainnya, menuduh Trump berusaha mempolitisasi organisasi itu dan menyalahkan Riyadh karena telah menuruti perintahnya. Nilai mata uang Iran, rial, telah jatuh sejak Washington mengundurkan diri dari kesepakatan nuklir pada Mei lalu.
Pada Sabtu (29/6), Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan AS tengah berusaha membuat irisan antara Iran dan pemerintah mereka dengan menggunakan tekanan ekonomi. "Enam presiden AS sebelum dia telah mencoba ini dan telah menyerah," kata Khamenei.
Awal pekan ini, ribuan pedagang di Grand Bazaar Teheran berunjuk rasa memprotes kenaikan harga. Protes itu adalah protes terbesar yang pernah terjadi di ibu kota tersebut sejak 2012.