EKBIS.CO, JAKARTA -- Masyarakat saat ini sudah diperkenalkan dengan beras saset berukuran 200 gram yang dibanderol seharga Rp 2.500. Beras saset tersebut bisa saja dinilai tidak efisien karena meski murah tapi masyarakat sudah terbiasa membeli literan di warung-warung.
Terkait biaya produksi, Direktur Pengembangan Bisnis dan Industri Bulog Imam Subowo mengatakan memang nantinya perlu evaluasi karena juga memperhitungkan plastik kemasan. “Meski begitu, tapi yang pasti Bulog nggak boleh rugi, tapi yang pasti targetnya ketersediaan beras itu sendiri di seluruh Indonesia,” kata Imam di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Senin (9/7).
Untuk saat ini, Imam memastikan Bulog hanya ingin memenuhi kebutuhan masyarakat untuk membeli beras. Dia menilai hal tersebut bisa memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak memiliki cukup uang untuk membeli beras dalam sebulan tapi per hari.
Selain itu, Imam menuturkan, pemilihan penjualan beras dalam bentuk saset tersebut karena untuk memenuhi ketersediaan. “Kalau di toko-toko kecil itu yang ada pasti nonberas. Harusnya beras ada di titik-titik itu. Jadi kemudahan untuk akses beras,” jelas Imam.
Imam menampik penjualan beras dalam bentuk saset karena sulit mengontrol harga pembelian pemerintah (HPP). Dia menegaskan, satu-satunya alasan penjualan beras saset karena untuk membuat semua kalangan masyarakat mudah mendapatkannya.