EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk membukukan pertumbuhan laba bersih 16 persen (yoy) dari Rp 6,41 triliun pada semester I 2017 menjadi Rp 7,44 triliun pada semester I 2018. Kinerja laba bersih tersebut didorong oleh kuatnya pertumbuhan pendapatan bunga bersih (net interest margin/NII) disertai perbaikan kualitas aset.
Direktur Perbankan Ritel BNI, Tambok Parulian Setyawati, mengatakan, pertumbuhan Iaba bersih BNI sebesar 16 persen tersebut di atas rata-rata perbankan nasional per April 2018 yang mencapai 6,3 persen.
Pertumbuhan laba bersih BNI tersebut ditopang oIeh NII yang meningkat dari Rp 15,4 triliun pada semester I 2017 menjadi Rp 17,45 triliun pada semester I 2018. Angka itu tumbuh 13,3 persen Iebih cepat dibandingkan pertumbuhan NII di industri perbankan yang hanya 3,4 persen per April 2018.
Pendukung pertumbuhan Iaba bersih BNI Iainnya berupa realisasi Pendapatan Non Bunga yang tumbuh 9,1 persen (yoy) dari Rp 4,65 triliun pada semester I 2017 menjadi Rp 5,08 triliun pada semester I 2018.
Pendapatan Non Bunga pada semester I 2018 didorong oleh peningkatan kontribusi fee dari segmen business banking antara lain dari trade finance yang tumbuh 8,7 persen (yoy) dan fee dari bank garansi yang tumbuh 14,3 persen (yoy), sedangkan sisanya dari pertumbuhan bisnis Consumer & Retail. Di antaranya fee pengelolaan rekening yang tumbuh 8,6 persen (yoy) dan fee dari bisnis kartu yang tumbuh 7,1 persen (yoy).
"Dengan adanya peningkatan Net Interest Income dan Non Interest Income, perbaikan kualitas aset, serta upaya efisiensi OPEX yang telah dilakukan, BNI mampu menumbuhkan tingkat Iaba bersih hingga 16 persen (yoy). Peningkatan profitabilitas ini mendorong perbaikan Return on Equity (ROE) dari 15,6 persen menjadi 16,5 persen," terangnya dalam konferensi pers di Kantor Pusat BNI, Jakarta, Rabu (18/7).
Direktur Treasury dan Perbankan Internasional BNI, Rico Budidarmo, menambahkan, posisi margin bunga bersih (net interest margin/NIM) semester pertama tahun ini sebesar 5,4 persen dibanding tahun lalu terjadi penurunan cukup tajam. Tetapi jika dibandingkan kuartal pertama 2018 meningkat.
"Sampai akhir tahun NIM kami akan di sekitar angka 5,4 persen. Karena strategi funding kami lebih mengutamakan dana murah (CASA) yang menjadi prioritas," jelas Rico.
Selain itu, lanjut Rico, BNI juga menjaga portofolio pada kredit-kredit yang memberikan yield cukup tinggi. Misalnya payroll loan cukup tinggi karena suku bunga masih menarik.
Pada semester I 2018, BNI mencatat Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 13,5 persen dari Rp 463,86 triliun pada semester I 2017 menjadi Rp 526,48 triliun pada Semester I 2018. Komposisi DPK didominasi dana murah (CASA) yang porsinya mencapai 63,8 persen dari total dana yang terhimpun.
Ruang bagi BNI untuk menyalurkan kredit dinilai masih terbuka Iebar. Hal itu ditandai dengan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) yang mencapai 87,3 persen pada semester I 2018 ini. "SeIuruh kondisi ini memberikan keyakinan BNI mempunyai likuiditas yang baik dan ruang yang cukup untuk melanjutkan ekspansi kredit pada semester II 2018," imbuh Tambok.
BNI juga membukukan penambahan jumlah rekening sebesar kurang Iebih 11,1 juta den 27,9 juta rekening pada semester I 2017 menjadi 39,0 juta rekening pada semester I 2018. Sedangkan penyaluran kredit pada semester I 2018 BNI mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar Rp 45,6 triliun atau sebesar 11,1 persen (yoy) dari posisi Rp 412,18 triliun pada semester I 2017 menjadi Rp 457,81 triliun pada semester I 2018.
Pertumbuhan tersebut kontribusi dari kredit korporasi swasta yang meningkat 11,6 persen (yoy), terutama disumbang oleh industri manufaktur, transportasi dan komunikasi, konstruksi, dan perdagangan.